Ini merupakan translate dari buku audit Arens
CHAPTER 7 –
JENIS BUKTI AUDIT
Bahan bukti
adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah
laporan keuangan yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Keputusan Bahan
Bukti Audit
Keputusan utama
yang dihadapi auditor terkait bahan bukti adalah menentukan jenis dan jumlah
bahan bukti, agar memperoleh keyakinan memadai bahwa seluruh komponen laporan
keuangan telah disajikan wajar, dan bahwa klien telah menerapkan pengendalian
intern yang efektif.
4 hal yang
harus diputuskan auditor terkait bahan bukti adalah:
1. Prosedur
audit yang manakah yang akan ditempuh? (Prosedur Audit)
2. Berapa besar
ukuran sampel yang akan diambil? (Ukuran sampel)
3. Pos/unsur
mana yang akan dipilih dari populasi? (Unsur yang dipilih)
4. Kapan
prosedur audit tersebut akan dilaksanakan?(Saat Pelaksanaan)
PERSUASIVITAS
BAHAN BUKTI AUDIT (Bahan bukti yang dapat menyimpulkan)
Persuasivitas
bahan bukti dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu:
Kompetensi
Bahan Bukti. Mengacu
kepada reliabilitas bahan bukti, sejauh mana bahan bukti tersebut dapat
diyakini kebenarannya.
7 Karakteristik
kompetensi bahan bukti :
1.
Relevansi.
Bahan bukti yang dikumpulkan harus selaras dengan tujuan audit.
2.
Independensi
penyedia data. Bahan bukti/data yang berasal dari sumber luar lebih dapat
dipercaya daripada data yang berasal dari dalam perusahaan.
3.
Efektifitas
Pengendalian Intern. Bahan bukti yang diperoleh dari suatu perusahaan yang
memiliki pengendalian intern yang efektif lebih dapat diandalkan daripada jika
pengendalian intern lemah
4.
Pemahaman
langsung yang diperoleh auditor. Informasi yang diperoleh langsung sendiri oleh
auditor lebih dapat diandalkan daripada jika informasi tersebut berasal dari
orang lain
5.
Kualifikasi
orang yang menyediakan informasi. Informasi dari orang yang memiliki
kualifikasi lebih dapat dipercaya daripada informasi yang berasal dari orang
yang tidak memiliki kualifikasi.
6.
Tingkat
Obyektifitas. Bahan bukti obyektif adalah bahan bukti yang bersumber dari
luar/ekstern perusahaan, seperti konfirmasi, faktur pembelian dll. Bahan bukti
subyektif adalah bahan bukti yang bersumber dari intern perusahaan, seperti
salinan faktur penjualan, ayat-ayat jurnal, dll.
7.
Ketepatan
Waktu. Ketepatan waktu ini mengacu, baik kepada kapan bahan bukti tersebut
dikumpulkan, dan periode akuntansi yang dicakup oleh audit.
Kecukupan Bahan Bukti. Mengacu kepada jumlah bahan bukti yang dikumpulkan,
berapa besar ukuran sampel yang akan diambil.
2 faktor yang
mempengaruhi keputusan ukuran sampel adalah:
1. Ekspektasi
auditor akan kemungkinan salah saji material
2. Efektifitas
pengendalian intern klien
JENIS-JENIS
BAHAN BUKTI AUDIT
Pengujian
Fisik. Yaitu
menguji/menghitung fisik aktiva berwujud. Umumnya yang diuji adalah persediaan,
kas, surat-surat wesel, dll.
Konfirmasi. Yaitu penerimaan tanggapan dari pihak ketiga yang
independen mengenai akurasi informasi sebagaimana yang dimaksud oleh auditor.
Contoh: konfirmasi atas piutang usaha, hutang usaha, dll.
Dokumentasi. Yaitu pemeriksaan terhadap catatan-catatan yang
dibuat oleh klien. Biasanya disebut vouching.
Prosedur
Analitis. Yaitu
evaluasi informasi keuangan dengan cara mempelajari hubungan logis antara data
keuangan dengan data non keuanagan, meliputi rasio dan perbandingan antara
jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Tanya
jawab dengan klien. Mendapatkan
informasi dengan cara mengajuan pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis
kepada klien/pegawai klien.
Reperformance/Pelaksanaan
Ulang/Uji hitung. Auditor
menguji perhitungan yang dilakukan klien. Misalnya menghitung kembali
penjumlahan ke bawah, menghitung kembali perkalian antara harga jual per unit
dengan kuantitas barang yang terjual, dll.
Observasi/Pengamatan. Penggunaan alat indera untuk menentukan aktivitas
tertentu, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dll.
CHAPTER 8 –
PERENCANAAN AUDIT
Standar
Pekerjaan Lapangan butir pertama:
“Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.”
asisten harus disupervisi dengan semestinya.”
3 Alasan utama auditor harus merencanakan penugasannya dengan tepat:
1. Untuk
memungkinkan auditor memperoleh bahan bukti kompeten yang cukup untuk kondisi
yang ada.
2. Membantu menjaga biaya audit tetap wajar.
3. Menghindari
kesalahpahaman dengan kliennya.
2
(Dua) Istilah Risiko yang harus dipahami betul oleh seorang auditor:
1. Risiko Akseptabilitas Audit (Risiko Audit yang Dapat Diterima), yaitu suatu ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan (LK) mungkin saja salah saji material setelah audit selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian dikeluarkan.
2. Risiko Inheren (Risiko Bawaan), yaitu suatu ukuran penilaian auditor atas kemungkinan terdapat salah saji material dalam saldo akun, sebelum mempertimbangkan efektifitas pengendalian intern.
Penilaian terhadap kedua risiko ini penting dalam perencanaan audit, karena penilaian tersebut mempengaruhi jumlah bahan bukti yang harus dikumpulkan dan staf yang harus ditugaskan. Contoh; Jika risiko inheren untuk persediaan tinggi karena masalah valuasi yang rumit, semakin banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dan lebih banyak staf berpengalaman untuk ditugaskan dalam area ini.
1. Risiko Akseptabilitas Audit (Risiko Audit yang Dapat Diterima), yaitu suatu ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan (LK) mungkin saja salah saji material setelah audit selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian dikeluarkan.
2. Risiko Inheren (Risiko Bawaan), yaitu suatu ukuran penilaian auditor atas kemungkinan terdapat salah saji material dalam saldo akun, sebelum mempertimbangkan efektifitas pengendalian intern.
Penilaian terhadap kedua risiko ini penting dalam perencanaan audit, karena penilaian tersebut mempengaruhi jumlah bahan bukti yang harus dikumpulkan dan staf yang harus ditugaskan. Contoh; Jika risiko inheren untuk persediaan tinggi karena masalah valuasi yang rumit, semakin banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dan lebih banyak staf berpengalaman untuk ditugaskan dalam area ini.
8
Bagian dalam Perencanaan Audit dan Perancangan Pendekatan Audit
1.
Menerima Klien dan Melaksanakan Perencanaan Audit Awal
5 Hal yang harus diputuskan auditor
dalam bagian ini, yaitu:
· Menerima
klien baru dan melanjutkan klien lama
· Identifikasi
alasan klien untuk diaudit
· Memperoleh kesepakatan/kesepahaman dengan klien
(Memperoleh Surat Penugasan)
· Memilih staf untuk penugasan
· Mengidentifikasi kemungkinan kebutuhan akan tenaga
spesialis dari luar.
2.
Memahami Bidang Usaha dan Industri Klien, dengan cara:
·
Memahami
industri dan lingkungan eksternal klien. Amati risiko bisnis, risiko inheren
dan persyaratan akuntansi yang unik.
·
Memahami
operasi dan proses usaha, dengan cara meninjau pabrik dan kantor ( hal ini
memungkinkan auditor untuk dapat mengamati kegiatan perusahaan secara langsung,
memberikan kesempatan bagi auditor untuk bertemu dengan karyawan kunci, dan
mengamati fasilitas fisik perusahaan) dan mengidentifikasi pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa
·
Memahami
Manajemen dan Kepemerintahan Perusahaan, dengan cara; memperoleh dan menelaah
Anggaran Dasar Rumah Tangga (Coorporate Charter & By Laws) dan menelaah
Notulen Rapat
·
Memahami Tujuan
dan Strategi Perusahaan dengan cara, memahami tujuan klien terkait pelaporan
keuangan yang bisa diandalkan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan pemenuhan
hukum dan peraturan.
·
Memahami Ukuran
dan Prestasi Perusahaan
3.
Menetapkan Risiko Usaha Klien
Risiko usaha/bisnis terjadi jika
perusahaan gagal mencapai tujuannya. Perhatian utama auditor risiko dari salah
saji material yang disebabkan risiko usaha tersebut.
4.
Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan
Prosedur
Analitis adalah evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari
hubungan logis antara data keuangan dan non keuangan…., meliputi perbandingan
jumlah-jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Prosedur
Analitis dilakukan dalam 3 tahapan Audit:
·
Tahap
Pendahuluan/Tahap Perencanaan dengan tujuan:
· Memahami bidang usaha dan industri klien
Menilai kelangsungan hidup perusahaan
· Mengindikasikan kemungkinan salah saji
· Mengurangi pengujian rinci
·
Tahap Pengujian
dengan tujuan:
· Mengindikasikan kemungkinan salah saji
· Mengurangi pengujian rinci
·
Tahap
Penyelesaian dengan tujuan:
· Mengindikasikan kemungkinan salah saji
· Menilai kelangsungan hidup perusahaan
Ada 5 jenis
Prosedur Analitis
·
Membandingkan
data klien dengan data serupa pada tahun sebelumnya
·
Membandingkan
data klien dengan data rata-rata industri
·
Membandingkan
data klien dengan ekspektasi klien
·
Membandingkan
data klien dengan ekspektasi auditor
·
Membandingkan
data klien dengan hasil perhitungan data-data non keuangan
5.
Menetapkan Materialitas dan Menetapkan Risiko Bawaan Dan Risiko Akseptabilitas
Audit
6.
Memahami Struktur Pengendalian Intern dan Menetapkan Risiko Pengendalian
7.
Menggabungkan Informasi dan Menetapkan Risiko Fraud
8.
Mengembangkan Rencana Audit dan Program Audit Menyeluruh
CHAPTER 9 –
MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT
A. MATERIALITAS
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting
dalam menentukan jenis laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam
suatu kondisi tertentu.FASB 2 (Financial
Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitassebagai
berikut :
“Besarnya nilai
penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang dalam hubungannya
dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu memiliki
kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang mengandalkan
informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau
kesalahan penyajian tersebut.”
Bila definisi FASB dibaca secara seksama akan menunjukkan kesulitan yang
dihadapi oleh para auditor dalam menerapkan prinsip materialitaas ini dalam
prakteknya. Definisi tersebut menekankan kepada para pengguna laporan yang
menyandarkan diri mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai
keputusan. Oleh sebab itu, para auditor harus memiliki pengetahuan tentang
pihak-pihak yang akan memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta
keputusan-keputusan apakah yang akan dibuat.
Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa terdapat suatu
salah saji yang material, maka ia akan menunjukannya pada sang klien sehingga
kesalahan tersebut dapat dikoreksi. Jika sang klien menolak untuk mengoreksi
kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu pendapat wajar
dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan, tergantung
pada tingkat materialitas dari kesalahan penyajian tersebut.
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya
dalam penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan pertimbangan awal
tentang tingkat materialitas
2.
Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas ini kedalam segmen-segmen
3.
Mengestimasi totoal kesalahan penyajian yang
terdapat dalam segmen
4.
Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
5.
Membandingkan antara estimasi gabungan dan
pertimbangan awal atau pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat
meterialitas
Tahap 1 dan 2 dilaksanakan sebagai bagian dari proses perencanaan serta
merupakan topik-topik utama dalam pembhasana materialitas (perencanaan tentang
rentang uji audit). Tahap 3,4 dan 5 dilaksanakan sebagai bagian dari proses
evaluasi hasil-hasil yang diperoleh dari uji-uji audit yang telah dilakukan.
B. MENETAPKAN
PERTIMBANGAN AWAL TENTANG TINGKAT MATERIALITAS
Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu
menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang
menurutnya adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal
tentang tingkat materialitas (preliminary judgment about materiality) karena
pertimbangan ini merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah
selama masa penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah.
Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah
untuk membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus
dikumpulkan.
Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan
awalnya tentnag tingkat materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika
hal tersebut dilakukan, pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas
pertimbangan tentang materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi
pertimbangan dapat mencakup karena adanya perubahan salah satu faktor yang
dipergunakan dalam menetukan pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan
akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar
atau terlalu rendah.
BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetapan
pertimbangan tersebut akan dibahas dalam subbab berikut :
1. Materialitas
lebih merupakan Konsep yang Relatif bukannya Absolut
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin
saja bersifat material bagi perusahaan skala kecil, sedangkan kesalahan
penyajian dengan jumlah dolar yang sama, bagi perusahaan lainnya yang berskala
besar, dapat bersifat tidak material. Oleh karena itu tidaklah mungkin
menetapkan panduan atas beberapa nilai dolar untuk pertimabngan awal tentang
tingkat materialitas yang dapat diterapkan bagi semua klien audit.
2. Sejumlah
Dasar Pertimbangan Diperlukan untuk Mengevaluasi Tingkat Materialitas
Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif,
adalah hal yang wajib untuk memiliki sejumlah dasar pertimbangan agar dapat
menentukan apakah kesalahan penyajian tersebut bernilai material. Laba bersih
sebelum pajak umumnya merupakan dasar pertimbangan utama yang digunakan untuk
menetukan tingkat materialitas karena item ini dianggap sebagai item penting
dalam penyediaan informasi kepada para pengguna laporan keuangan. Contoh-contoh
item yang dijadikan dasar pertimbangan lainnya adalah nilai penjualan bersih,
laba kotor, serta total aktiva. Dalam membangun suatu dasar pertimbangan,
merupakan hal yang penting pula untuk memutuskan apakah kesalahan saji yang
ada, secara material, dapat mempengaruhi kewajaran dari berbagai dasar
pertimbangan lainnya yang mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva
lancar, total aktiva, kewajiban lancar dan modal pemegang saham.
3. Faktor-faktor
Kualitatif pun Mempengaruhi Tingkat Materialitas
Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali lebih
penting bagi para pengguna laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji
jenis lainnya, walaupun jika ternyata nilai dolar dari seluruh salah saji
tersebut sama nilainya, contoh:
Nilai-nilai
yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebih penting daripada sejumlah
nilai yang sama tetapi diakibatkan oleh kekeliruan yang tidak disengaja karena
perbuatan kecurangan tersebut merefleksikan kejujuran serta reliabilitas
manajemen atau karyawan lainnya yang terlibat
Kesalahan
penyajian yang kecil dapat bersifat material jika terdapat kemungkinan
timbulnya berbagai konsekuensi atas sejumlah kewajiban kontrak.
Kesalahan
penyajian yang sebenarnya tidak material dapat berubah menjadi material jika
kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi tren pendapatan.
C. MENGALOKASIKAN
PERTIMBANGAN AWAL TINGKAT MATERIALITAS SEGMEN (Salah Saji yang Masih Dapat
Ditoleransi)
Selama masa perencanaan, dapat mengalokasikan materialitas awal pada berbagai
segmen dari proses audit. Alokasi pertimbangan awal tingkat
materialitas ke segmen-segmen (tahap ke-2 dalam penerapan
materialitas) merupakan hal yang wajib dilakukan karena bukti-bukti audit
terkumpul berdasarkan segmen bukannya terkumpul berdasarkan laporan keuangan
secara keseluruhan. Jika auditor telah memiliki pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas tiap segmen, pertimbangannya tersebut akan sangat membantu
auditor dalam memutuskan bukti audit apa yang yang tepat untuk dikumpulkan.
Mayoritas praktisi mengaokasikan tingkat
materialitas ke akun-akun neraca daripada mengalokasikannya ke akun-akun
laporan laba rugi. Sebagian besar slah saji yang terkandung dalam laporan laba
rugi memiliki tingkat pengaruh yang sama besar dengan akun-akun neraca, akibat
dari berlakunya sistem pembukuan double-entry. Oleh karena itu,
auditor dapat mengalokasikan tingkat materialitas baik ke akun-akun laporan
laba rugi atau ke akun-akun neraca.
Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal
tingkat materialitas ini ke saldo akun-akun, maka tingkat materialitas yang
dialokasikan ke saldo akun tertentu dibahas dalam SAS 39 (AU 350) dinyatakan
sebagai salah saji yang masih dapat ditoleransi (tolerable misstatment) .
Terdapat tiga kesulitan utama dlam upaya mengalokasikan tingkat
materialitas ke akun-akun neraca (segmen-segmen): auditor memiliki ekspektasi
bahwa sejumlah akun tertentu mengandung lebih banyak salah saji daripada
akun-akun lainnya, baik salah saji lebih (overstatment) maupun salah saji
kurang (understatement) harus tetap dipertimbangkan, dan biaya-biaya audit
secara relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
ILUSTRASI
ALOKASI
Tabel 1-1 mengilustrasikan pendekatan alokasi yang dilaksanakan oleh
auditor senior,Fran Moore, atas penugasan audit pada Hillsburg Hardware Co.
Tabel tersebut mengikhtisarkan akun-akun neraca, menggabungkan sejumlah akun
tertentu, serta menampilkan alokasi dari total tingkat materialitas sebesar
$737,000 (10% dari nilai pendapatan operasional). Pendekatan alokasi yang
dilakukan oleh Moore bagi Hillsburg Hardware Co. Adalah dengan mempergunakan
pertimbangan profesional dalam pengalokasian pada akun-akun, dengan mengacu
pada dua batasan ketentuan yang dikembangkan oleh KAP Berger dan Anthony:
Tabel 1-1
Neraca
31-12-02 (dalam ribuan)
|
Salah saji
yang masih Dapat Ditoleransi (dalam ribuan)
|
|
Kas
|
$828
|
$10 (a)
|
Piutang
Dagang
|
18,957
|
442 (b)
|
Persediaan
|
29,865
|
442 (b)
|
Aktiva Lancar
Lainnya
|
1,377
|
100 (c)
|
Aktiva Tetap
|
10,340
|
80 (d)
|
Total Aktiva
|
$61,367
|
|
Utang Dagang
|
$4,720
|
180 (e)
|
Surat Utang-total
|
28,300
|
- (a)
|
Utang upah dan utang atas pajak upah
|
1,470
|
100 (c)
|
Utang bunga dan Utang Deviden
|
2,050
|
- (a)
|
Kewajiban
Lainnya
|
2,364
|
120 (c)
|
Modal Saham dan agio modal saham
|
8,500
|
- (a)
|
Laba ditahan
|
13,963
|
NA (f)
|
Total Kewajiban
dan Modal
|
$61,367
|
$1,474 (f)
|
NA= tidak dapat
diterapkan
a) Salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai kecil atau nol, karena akun dapat diaudit selengkapnya
dengan tingkat biaya audit yang rendah dan tidak diharapkan terdapat suatu salah
saji sekecil apapun.
b) Nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai besar karena akun berskala besar dan diperlukan sampling
yang ekstensif untuk mengaudit akun tersebut.
c) Sebagai suatu persentasi dari
akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar, karena akun
dapat diuji dengan pengeluaran biaya yang sangat rendah, barangkali dengan
mempergunakan prosedur analitas, jika ternyata salah saji yang masih dapat
ditoleransi tersebut bernilai besar.
d) Sebagai salah satu persentase dari
akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil, karena
mayoritas saldo berada dalam akun tanah dan bangunan, yang saldonya masih tidak
berubah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tidak perlu diaudit.
e) Salah saji yang masih dapat
ditoleransi bernilai cukup besar karena secara relatif, diperkirakan terdapat
sejumlah besar salah saji.
f) Tidak dapat diterapkan –
laba ditahan merupakan suatu akun residu yang akan dipengaruhi oleh nilai bersih
salah saji yang terkandung dalam akun-akun lainnya.
Salah saji yang masih dapat ditoleransi bagi setiap akun tidak boleh
melebihi 60% dari nilai pertimbangan awal (60% dari $737,000 = $442,000,
dibulatkan) dan total dari seluruh nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi tidak boleh melebihi dua kali nilai pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas.
Alasan atas ketentuan pertama adalah untuk menjaga auditor agar tidak
mengalokasikan seluruh nilai total tingkat materialitas ke dalam satu akun saja.
Jika umpamanya, nilai pertimbangan awal sebesar $737,000 dialokasikan semua
pada akun piutang dagang, maka suatu salah saji senilai $737,000 yang terdapat
dalam akun tersebut akan dinyatakan masih dapat diterima.
Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat
ditoleransi, diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama,
tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai
sebesar nilai slah saji yang masih dapat ditoleransinya. Kedua, beberapa akun
cenderung mengandung salah saji lebih (overstated), sementara beberapa akun
lainnya cenderung mengandung salah saji kurang (understated), yang
mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung lebih rendah daripada
nilai total materialitas.
Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan
akun-akun mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah
saji yang terjadi tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang.
Oleh karena itu, merupakan suatu pertimbangan profesional yang sulit untuk
melakukan alokasi atas pertimbangan awal tentang tingkat materialitas kepada
masing-masing akun. Sehingga banyak kantor akuntan publik mengembangkan suatu
panduan yang ketat serta berbagai metode statistika yang canggih untuk
melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag
tingkat materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor
memutuskan jenis bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.
D. MENGESTIMASI
NILAI SALAH SAJI SERTA MEMBANDINGKANNYA DENGAN NILAI PERTIMBANGAN AWAL
Estimasi salah saji dihitung berdasarkan uji-uji audit yang sebenarnya.
Asumsikan, bahwa dalam melakukan audit atas persediaan, auditor menemukan nilai
salah saji bersih sebesar $3,500 dalam sebuah sampel yang berukuran $50,000
atas total populasi sebesar $450,000. Salah satu cara untuk menghitung estimasi
salah saji ini adalah dengan membuat suatu proyeksi langsung dari sampel yang
ada pada populasi serta dengan menambahkan suatu estimasi atassampling
error. Perhitungan dari proyeksi langsung atas estimasi salah
sajiadalah :
Nilai salah
saji yang
terkandung
dalam sampel ($3,500) X Total
nilai populasi yang = proyeksi langsung atas
Total sampel ($50,000) tercatat
($450,000) estimasi
salah saji ($31,500)
Tabel 1-2
(Ilustrasi Perbandingan Total Estimasi Salah Saji dengan Nilai Pertimbangan
Awal Materialitas)
Akun
|
Nilai salah
saji yang masih dapat ditoleransi
|
Proyeksi
langsung
|
Sampling
Error
|
Total
|
Kas
|
$4,000
|
$0
|
$NA
|
$0
|
Piutang
dagang
|
20,000
|
12,000
|
6,000
|
18,000
|
Persediaan
|
36,000
|
31,500
|
15,750
|
47,250
|
Total nilai estimasi salah saji
|
$43,500
|
$16,800
|
$60,300
|
|
Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
|
$50,000
|
Proyeksi langsung atas piutang dagang sebesar
$12,000 tidak diilustrasikan. Taksiran atas sampling error dapat
dihasilkan karena auditor hanya melakukan sampel atas suatu bagian populasi
saja. Dalam contoh diatas, taksiran atas sampling error diasumsikan
sebesar 50% dari proyeksi langsung atas nilai salah saji yang terkandung dalam
akun-akun yang uji auditnya dilakukan dengan mempergunakan sampling (piutang
dagang dan persediaan).
E. RISIKO
Terdapat hubungan yang erat antara materialitas dan resiko. Dalam contoh
Tabel 9-1, auditor telah membuat estimasi sampling error sebesar
$6,000 atas akun piutang dagang, yang dipergunakan dalam mengihitung total
estimasi salah saji sebesar $18,000 untuk kemudian dipergunakan sebagai
perbandingan dengan nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar
$20,000. nilai kesalahan sampling sebesar $6,00 ini mengandung suatu
risiko atas pelaksanaan sampling. Hal ini hanya merupakan salah satu
dari sejumlah jenis risiko yang harus diketahui oleh editor.
Auditor mengenali, umpamanya, bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang
kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari pengendalian intern
yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar pada saat audit telah dilakukan.
Ilustrasi yang Berkaitan dengan Sejumlah Risiko dan
Bukti
Auditor menggunakan model risiko audit untuk
mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka
paling mungkin terjadi. Sebelum mulai membahas model risiko audit, suatu
ilustrasi tentang sebuah perusahaan hipotesis telah disajikan dalam Tabel 9-2
sebagai suatu kerangka referensi atas pembahasan yang akan dilakukan.
Pertama-tama, tabel ini menampilkan adanya berbagai
perbedaan dalam frekuensi dan ukuran atas perkiraan salah saji pada berbagai
siklus (A). Dipercaya bahwa efektivitas pengendalian intern dalam kelima siklus
saling berbeda (B). Pada akhirnya, auditor memutuskan suatu tingkat kesediaan
yang rendah akan kemungkinan masih terdapatnya salah saji material setelah
proses audit atas kelima siklus tersebut selesai seluruhnya (C). Beberapa
pertimbangan sebelumnya (A,B,C) akan mempengaruhi keputusan auditor tentang
rentang yang tepat untuk pengumpulan bukti audit (D).
Tabel 9-2
|
Ilustrasi Perbedaan
Bukti Berbagai Siklus
|
||||
Siklus
Penjualan dan Penagihan
|
Siklus
Pengadaan dan Pembayaran
|
Siklus
Pengupahan dan Personalia
|
Siklus
Persediaan dan Pergudangan
|
Siklus
Penghimpunan Modal dan Pembayarannya Kembali
|
|
A Penilaian
auditor tentang ekspektasinya atas salah saji material sebelum
mempertimbangkan pengendalian intern (resiko inhern)
|
Diperkirakan
terdapat sejumlah salah saji
(sedang)
|
Diperkirakan
terdapat banyak salah saji
(tinggi)
|
Diperkirakan terdapat sedikit salah saji
(rendah)
|
Diperkirakan terdapat banyak salah saji
(tinggi)
|
Diperkirakan terdapat sedikit salah saji
(rendah)
|
B Penilaian
auditor tentang efektivitas pengendalian intern untuk mencegah atau
mendeteksi salah saji material (resiko pengendalian)
|
Tingkat
efektivitas sedang
(sedang)
|
Tingkat
efektivitas tinggi
(rendah)
|
Tingkat
efektivitas tinggi
(rendah)
|
Tingkat
efektivitas rendah
(tinggi)
|
Tingkat
efektivitas sedang
(sedang)
|
C Kesediaan
auditor untuk mengijinkan munculnya salah saji material setelah ia
menyelesaikan proses audit (resiko akseptibilitas audit)
|
Tingkat
kesediaan rendah
(rendah)
|
Tingkat
kesediaan rendah
(rendah)
|
Tingkat
kesediaan rendah
(rendah)
|
Tingkat
kesediaan rendah
(rendah)
|
Tingkat
kesediaan rendah
(rendah)
|
D Rentang bukti
audit yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan (resiko deteksi
terencana / planned detection risk)
|
Tingkat
menengah
(sedang)
|
Tingkat
menengah
(sedang)
|
Tingkat
rendah
(tinggi)
|
Tingkat
tinggi
(rendah)
|
Tingkat
menengah
(sedang)
|
Model Risiko Audit untuk Perencanaan
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko
yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui
penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber
dari model risiko audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam
SAS 39 (AU 350) tentang sampling audit serta dalam SAS 47 (312) tentang
materialitas dan risiko.
Model risiko audit ini umumnya dipergunakan bagi berbagai tujuan
perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan
pada setiap siklusnya. Model ini umunya dinyatakan sebagai berikut :
PDR = AAR
IR
x CR
di mana :
PDR :
planned detection risk (risiko deteksi terencana)
AAR : acceptable audit risk (risiko akseptibilitas audit)
IR : inheren
risk (risiko
inheren)
CR : control risk (risiko pengendalian)
Contoh siklus
persediaan dan pergudangan yang tersaji dalam Tabel 9-2
IR = 100
%
CR = 100
%
AAR = 5%
PDR = 0.05 =
0.05 atau 5%
1.0 x1.0
JENIS-JENIS
RISIKO
a.
Planned
Detection Risk
Planned detection risk (risiko deteksi terencana) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen
tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai
salah saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada.
Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini. Pertama,
risiko ini tergantung pada ketiga factor lainnya yang terdapat dalam model.
Risiko terdeteksi hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada
salah satu dari ketiga factor lainnya. Kedua, risiko ini menentukan nilai bukti
substantive yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan
kebalikan dari ukuran risiko deteksi rencana itu sendiri.
b.
Risiko Inheren
Risiko inheren (inherent risk) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor
dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang
material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia
mempertimbangkan keefektifan dari pengendalian intern yang ada. Dengan
mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat
dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji
yang material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern,
menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan
sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko
inherennya tinggi. Pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan nilai risiko
inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam
model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Hubungan antara risiko inheren
dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang
direncanakan adalah risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi
terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
c.
Risiko
Pengendalian
Risiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang dipergunakan oleh auditor untuk
menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang
melebihi nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi atas segmen tertentu
akan tidak terhadang atau tidak terdeteksi olegh pengendalian intern yang
dimiliki klien. Risiko pengendalian ini memperlihatkan (1) penilaian tentang
apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau
mendeteksi terjadinya salah saji, dan (2) kehendak auditor membuat penilaian
tersebut senantiasa berada dibawah nilai maksimum (100 persen) sebagai bagian
dari rencana audit yang dibuatnya. Semakin efektif pengendalian intern, maka
semakin rendah pula factor risiko yang dapat dibebankan pada risiko
pengendalian.
Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dan
risiko pengendalian. Kombinasi risiko inheren dan risiko pengendalian ini dapat
dianggap sebagai suatu ekspektasi atas nilai salah saji setelah
mempertimbangkan pengaruh dari pengendalian intern. Sama dengan yang
terjadi pada risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko
deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara risiko
pengendalian dan bukti subtantif merupakan hubungan yang searah.
d.
Risiko
Akseptibilitas Audit
Risiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk
menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji
yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit
wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk
menetapkan suatu tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih rendah, hal
tersebut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih
tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Risiko
nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat risiko sebesar 100 persen berarti
benar-benar tidak yakin.
Seringkali, auditor membuat istilah itu dengan audit assurance,
overall assurance, atau tingkat keyakinan bukannya risiko
akseptabilitas audit. Audit assurance atau istilah-istilah
lainnya yang ekuivalen merupakan pelengkap dari risiko akseptabilitas audit,
yaitu sama dengan, satu dikurangi risiko akseptabilitas audit. Konsep risiko
akseptabilitas audit dapat dipahami dengan lebih mudah dengan cara membayangkan
penerapan ini pada suatu audit yang berjumlah besar. Dengan mempergunakan model
risiko audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara risiko
akseptabilitas audit dan risiko deteksi terencana, serta hubungab yang saling
berlawanan antara risiko akseptabilitas audit dan bukti audit yang
direncanakan.
MENILAI RISIKO
AKSEPTABILITAS AUDIT
Auditor harus memutuskan tingkat risiko akseptabilitas audit yang tepat
bagi suatu audit, dan hal ini lebih baik dilakukan selama fase perencanaan
audit. Pertama, auditor harus memutuskan tingkat risiko bisnis serta
menggunakan risiko bisnis ini untuk memodifikasi tingkat risiko akseptabilitas
audit.
Pengaruh Risiko Perjanjian pada Risiko
Akseptabilitas Audit
Risiko perjanian (engagement
risk) adalah risiko yang akan diderita oleh auditor atau firma audit akibat
hubungan dengan klien, walaupun laporan audit yang dibuat bagi klien tersebut
telah dibuat dengan benar.risiko perjanjian sangatlah berkaitan dengan risiko
bisnis klien.
Para auditor belum memiliki
kesepakatan tentang apakah risiko bisnis harus turut dipertimbangkan dalam
merencanakan audit. Para oposan atas pernyataan untuk memodifikasi bukti audit
bagi risiko bisnis berpendapat bahwa auditor tidak menyediakan sejumlah pendapat
audit yang berbeda bagi setiap tingkat keyakinan yang berbeda pula sehingga
auditor pun tidak perlu menyediakan tingkat keyakinan yang lebih rendah atau
lebih tinggi hanya karena adanya risiko perjanjian. Sedangkan para pendukung
pernyataan ini berpendapat bahwa merupakan hal yang tepat bagi para auditor
untuk mengumpulkan sejumlah bukti tambahan, menugaskan para staf yang memiliki
lebih banyak pengalaman, serta melakukan review yang lebih mendalam pada
penugasan audit yang memiliki potensi hukum yang tinggi, sepanjang tingkat
keyakinan yang ingin dicapai tidak diturunkan hingga di bawah suatu tingkat
keyakinan yang wajar pada saat tingkat risiko perjanjian yang dimiliki rendah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko
Akseptabilitas Audit
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi risiko perjanjian dan selanjutnya
mempengaruhi risiko akseptabilitas audit pula, diantaranya :
Derajat Kebergantungan Para Pengguna Eksternal pada
Laporan Keuangan
Sejumlah faktor yang merupakan indikator yang baik
atas derajat kebergantungan para pengguna eksternal pada laporan keuangan
adalah :
Ukuran
usaha klien. Ukuran usaha klien, yang diukur dengan mempergunakan
total aktiva atau total pendapatan, akan memberikan pengaruh [ada risiko
akseptabilitas audit.
Distribusi
kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan piblik (PT terbuka) umumnya
dipergunakan oleh lebih banyak pengguna daripada laporan keuangan perusahaan
nonpublik. Bagi perusahaan-perusahaan semacam ini, pihak-pihak yang
berkepentingan atas laporan keuangan termasuk pula SEC, para analis keuangan
serta masyarakat umum.
Sifat
dan nilai kewajiban. Jika laporan keuangan mengandung nilai kewajiban
yang besar, laporan keuangan tersebut memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk dipergunakan secara luas oleh para kreditur, baik yang telah ada sekarang
maupun para calon kreditur, daripada jika laporan keuangan tersebut hanya
mengandung kewajiban yang kecil.
Kemungkinan bahwa Klien akan Mengalami Kesulitan
Keuangan Setelah Penerbitan Laporan Audit
Beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik
atas peningkatan kemungkinan tersebut adalah :
Posisi
likuiditas. Jika secara konstan, klien mengalami kekurangan kas serta
modal kerja, maka hal tersebut dapat mengindikasikan masalah dalam melunasi
tagihan-tagihannya di masa yang akan datang. Auditor harus menilai kemungkinan
tersebut serta signifikansi penurunan yang terus menerus atas posisi
likuiditas.
Laba
(rugi) pada tahun-tahun sebelumnya. Jika perusahaan mengalami
penurunan laba yang cepat atau mengalami kenaikan kerugian selama beberapa
tahun terakhir, auditor harus mulai mengenali sejumlah masalah solvabilitas
yang mungkin akan dialami klien di masa yang akan datang.
Metode
pembiayaan pertumbuhan. Semakin klien menyandarkan dirinya pada utang
sebagai alat pembiayaan, semakin besar risiko kesulitan keuangan yang akan
dihadapinya jika kegiatan operasi klien kurang berhasil.
Sifat
operasi klien. Beberapa jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren
yang lebih besar daripada sejumlah bisnis lainnya.
Kompetensi
manajemen. Kemampuan manajemen ini harus dinilai sebagai bagian dari
evaluasi atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
Evaluasi Auditor atas Integritas Manajemen.
Jika klien memiliki integritas yang patut
dipertanyakan, maka auditor kemungkinan besar akan menentukan tingkat risiko
akseptabilitas audit yang lebih rendah. Perusahaan-perusahaan dengan integritas
yang rendah seringkali melaksanakan kegiatan bisnis mereka dalam suatu tindakan
yang dapat mengakibatkan sejumlah konflik dengan para pemegang saham mereka,
para agen pemerintah, serta para pelanggan. Pada akhirnya, berbagai konflik ini
seringkali tercermin pada pemahaman para pengguna laporan akan kualitas dari
audit yang dilaksanakan serta dapat mengakibatkan sejumlah gugatan hukumm serta
sejumlah ketidaksepakatan lainnya.
Tabel 9-3
|
Metode-metode yang Dipergunakan oleh Para
Praktisi untuk Menilai Risiko Akseptabilitas Audit
|
Faktor-faktor
|
Metode-metode yang Dipergunakan untuk Menilai
Risiko Akseptabilitas
|
Derajat penyandaran diri para pengguna laporan
pada laporan keuangan
|
Menelaah
laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan
Membaca
notulen rapat dewan direksi untuk menentukan berbagai rencana masa depan
Menelaah
Formulir 10K bagi sebuah perusahaan publik
Membahas
rencana-rencana keuangan dengan pihak manajemen
|
Kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan
|
Melakukan
analisa atas laporan keuangan untuk menilai gejala kesulitan keuangan dengan
mempergunakan sejumlah rasio serta berbagai prosedur analitis lainnya
Menelaah
laporan arus kas historis maupun laporan proyeksi arus kas untuk mempelajari
sifat arus kas masuk dan arus kas keluar
|
Integritas manajemen
|
Mengikuti sejumlah prosedur yang telah dibahas
pada bab 8 tentang perencanaan audit dan prosedur analitis
|
Membuat Keputusan Risiko Akseptabilitas Audit
Untuk menilai risiko akseptibilitas audit, auditor,
pertama-tama harus menilai setiap faktor yang dapat mempengaruhi risiko
akseptabilitas. Tabel 9-3 mengilustrasikan berbagai metode yang dipergunakan
oleh para auditor untuk melakukan penilaian pada masing-masing faktor dari
ketiga faktor tersebut.
MENILAI RISIKO
INHEREN
Pencantuman risiko inheren dalam model risiko audit berarti bahwa auditor
harus berupaya untuk memprediksikan di manakah letak probabilitas salah saji
yang paling banyak terjadi serta probabilitas salah saji yang paling sedikit
terjadi dalam berbagai segmen laporan keuangan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren
Beberapa faktor utama pada saat melakukan penilaian
atas resiko inheren adalah :
- Sifat
bisnis klien
Pada umumnya, tingkat risiko inheren dari satu bisnis dengan bisnis lainnya
sangat beragam, terutama untuk risiko inheren yang terkandung pada akun-akun
seperti akun persediaan, piutang dagang dan piutang kredit, serta aktiva tetap.
Sifat bisnis klien seharusnya tidak memberikan pengaruh atau hanya memberikan
pengaruh yang kecil saja pada tingkat risiko inheren yang terdapat dalam akun
kas, surat utang dan utang hiporik.
- Temuan-temuan
audit yang diperoleh dari audit-audit sebelumnya
Salah saji yang
diketemukan pada audit tahun sebelumnya kemungkinan besar akan diketemukan
kembali pada penugasan audit tahun berjalan. Hal ini diakibatkan karena
sebagian besar jenis salah saji umumnya bersifat sistemik/teratur, serta
organisasi-organisasi seringkali mengalami keterlambatan dalam melakukan
sejumlah perubahan untuk menghapuskan salah saji tersebut. Oleh karena itu,
auditor akan dianggap ceroboh jika ia mengabaikan temuan audit yang diperoleh
pada audit tahun sebelumnya, pada saat ia melakukan penyusunan program audit
atas penugasan audit tahun berjalan.
- Penugasan
awal versus penugasan ulangan
Kurangnya temuan audit yang diperoleh dari penugasan audit tahun-tahun
sebelumnya dapat menyebabkan para auditor menetapkan suatu tingkat risiko
inheren yang lebih tinggi bagi penugasan audit awal daripada tingkat risiko
inheren yang ditetapkan atas penugasan audit ulangan dimana pada penugasan
audit sebelumnya tidak diketemukan salah saji yang material.
- Pihak-pihak
terkait
Berbagai transaksi yang terjadi antara perusahaan induk dan perusahaan anak
serta transaksi-transaksi yang terjadi antara pihak manajemen dengan entitas
perusahaan merupakan contoh-contoh dari transaksi dengan pihak terkait
sebagaimana yang terdefinisikan dalam SFAS 57. Karena berbagai transaksi ini
tidak terjadi pada dua belah pihak yang saling independen yang bertransaksi
sejauh jangkauan tangan saja, maka kemungkinan bahwa transaksi-transaksi
tersebut mengalami salah saji lebih besar, sehingga mengakibatkan suatu
peningkatan pada nilai risiko ineren.
- Berbagai
transaksi nonrutin
Berbagai transaksi yang tidak umum dilakukan oleh klien memiliki
kemungkinan yang lebih besar akan dicatat secara tidak benar oleh pihak klien
daripada pencatatan atas berbagai transaksi yang rutin karena pihak klien
kurang memiliki pengalaman dalam melakukan pencatatan atas hal tersebut.
- Pertimbangan
yang diperlukan untuk mengoreksi pencatatan berbagai saldo dan transaksi akun
Contoh-contoh atas jenis akun ini adalah cadangan atas piutang tak
tertagih, nilai persedian yang usang, kewajiban atas pembayaran waran, serta
cadangan kerugian kredit bank. Serupa dengan hal itu, berbagai transaksi atas
sejumlah perbaikan utama atau penggantian sebagian aktiva merupakan
contoh-contoh dimana sejumlah perbandingan diperlukan.
- Penyusun
populasi
Seringkali, berbagai item individual yang menyusun total populasi turut
memberikan pengaruh pada ekspektasi auditor akan salah saji yang material.
Membuat Keputusan Risiko Inheren
Auditor harus mengevaluasi semua informasi yang
dapat mempengaruhi tingkat risiko inheren serta memutuskan suatu tingkat risiko
inheren yang tepat bagi setiap siklus, akun, dan dalam banyak situasi bagi
setiap tujuan audit pula.
Memperoleh Informasi untuk Menilai Risiko Inheren
Para auditor memulai penilaian mereka atas risiko
inheren selama fase perencanaan serta akan memperbaharui penilaian tersebut
sepanjang penugasan audit. Pada saat auditor melakukan beraneka jenis pengujian
dalam suatu penugasan audit, maka ia akan memperoleh tambahan informasi yang
seringkali pula akan mempengaruhi tingkat penilaian awal.
Menilai Risiko
Kecurangan
Untuk memenuhi persyaratan standar audit, sangat penting auditor menilai
risiko dan memberi respon kepadanya daripada hanya medidentifikasinya mereka
sebagai risiko aksepbilitas audit, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Oleh
karena itu banyak kantor audit menilai risiko kecurangan secara terpisah dari
penilaian komponen model risiko.
Standart auditing yang diterima mengharuskan auditor untuk menilai resiko
kesalahan pernyataan material sampai kecurangan. Ketika auditor mempertimbangkan
resiko bawaan dan resiko pengendalian, auditor juga harus mempertimbangkan
resiko kecurangan. Auditor biasanya mempertimbangkan resiko kesalahan
pernyataan material dengan membagi dua tipe kecurangan: kecurangan laporan
keuangan dan penyalahgunaan asset.
Untuk menilai risiko kecurangan auditor mengumpulkan informasi untuk
mengetahui luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Segitiga kecurangan yang
menggambarkan aspek umum dari seluruh kecurangan, yaitu:
1. Kesempatan untuk melakukan kecurangan.
2. Insentive atau tekanan.
3. Kemampuan untuk merasionalisasi
kecurangan menjadi konsisten dengan nilai kepantasan internal.
Informasi yang
Mempengaruhi Risiko Kecurangan
Untuk menilai
luas ketiga kondidi kecurangan ini hadir, auditor harus mempertimbangkan:
1. Faktor risiko khusus yang berhubungan
dengan pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva
2. Informasi diperoleh dari anggota tim
audit yang berpengalaman, trmasuk bagaimana dan dimana perusahaan perusahaan
bisa dicurigai untuk melakukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan
3. Respon pertanyaan auditor dari
manajemen tentang pandangan mereka mengenai risiko kecurangan, tenntnang
program dan pengendalian yang ada untuk membahas risiko kecurangan khusus yang
diidentifikasikan
4. Hasil prosedur analitis yang
diperoleh selama perencanaan yang menunjukan kemungkinan tidak jujur atau
hubungan analitis yang tidak diharapkan
5. Pengetahuan yang diperoleh melalui
hal penerimaan klien dan keputusan retensi, ulasan sementara dari
laporan keuangan, dan pertimbangan risiko inheren
Membuat Risiko
dari Keputusan Kecurangan
Auditor menggunakan semua informasi yang diperoleh untuk
mengidentifikasikan risiko salah saji material karena kecurangan. Auditor bisa mengidentifikasikan
risiko yang dapat menembus laporan keuangan sebagai keseluruhan. Auditor juga
bisa mengidentifikasikan risiko untuk akun khusus atau kelas transaksi.
Merespon Risiko
Kecurangan
Saat risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan telah
didentifikasikan, pertama-tama auditor harus mendiskusikan penemuan ini dengan
manajemen untuk mendapatkan pandangan manajemen tentang potensial kecurangan
dan program serta kontrol yang ada yang telah dirancang untuk mencegah salah
saji. Auditor harus merespon risiko kedalam tiga cara:
1. Merancang dan melakukan prosedur
audit untuk mrngarah kepada risiko kecurangan yang teridentifikasi.
2. Mengubah keseluruhan perilaku dari
audit untuk merespon risiko kecurangan yang teridentifikasi
3. Melakukan prosedur untuk mrngarahkan
risiko manajemen menguasai kontrol.
Setelah selesai auditor harus mengevaluasi apakah hasil akumulasi dan
prosedur audit mempengaruhi penilaian dari risiko salah saji material yang
disebabkan oleh kecurangan yang dibuat sebelumnya dalam audit.
Hubungan antara
Risiko dengan Bukti Audit dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko
Untuk
memodifikasi bukti audit, ada dua cara dimana auditor bisa mengubah audit untuk
merespons risiko, misalnya:
1. Perjanjian itu mungkin membutuhkan
staf yang lebih berpengalaman. Kantor akuntan publik harus mempunyai staf yang
bermutu, tetapi untuk klien dengan risiko audit rendah bisa diterima, perhatian
khusus diberikan dalam pemilihan staf.
2. Perjanjian akan ditelaah kembali
lebih teliti daripada biasanya. Kantor akuntan publik harus yakin bahwa arsip
audit yang mendokumentasikan rencana audit, akumulasi bukti audit dan
kesimpulan dan masalah lain dalam audit telah ditelaah dengan memadai. Saat
risiko audit yang bisa diterima itu rendah, seringkali ada ulasan oleh personil
yang tidak ditugaskan ke perjanjian itu.
Baik risiko pengendalian maupun risiko inheren umumnya ditentukan bagi
setiap siklus, setiap akun dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan
bagi keseluruhan penugasan audit. Pengendalian intern memiliki tingkat
keefektifan yang lebih tinggi untuk sejumlah akun yang terkait dengan saldo
daripada atas akun-akun yang terkait dengan aktiva tetap. Risiko
pengendalianpun akan berbeda bagi akun-akun yang berbeda pula tergantung pada
tingkat efektivitas pengendalian yang ada.
Beberapa auditor menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang sama
dengan tingkat akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi
setiap segmen auditnya. Sejumlah auditor lain menggunakan tingkat risiko
akseptibilitas audit yang lebih tinggi bagi setiap segmen. Argumentasinya
adalah adanya pengaruh interaksi-interaksi dari beragam akun dan transaksi yang
menyusun laporan keuangan serta sinergi dari serangkaian uji-uji berganda.
Dengan kata lain, jika seluruh segmen audit dapat diselesaikan pada tingkat
risiko akseptibilitas audit tertentu,maka auditor dapat memiliki keyakinan
bahwa risiko audit atas keseluruhan laporan keuangan dapat ditetapkan pada
tingkat yang lebih rendah.
Karena tingkat risiko pengendalian dan tingkat risiko inheren sangat
bervariasidari satu siklus ke siklus yang lain, adri satu akun ke akun yang
lain, atau dari satu tujuan ke tujuan yang lain, maka tingkat risiko deteksi
terencana serta jumlah bukti audit yang direncanakanpun menjadi bervariasi.
Pemakai yang
dapat ditentukan sebelumnya
Risiko kecurangan bisa dinilai untuk seluruh audit atau persiklus, akun dan
tujuan. Umpamanya sebuah insentif kuat untuk manajemen agar memenuhi harapan
pendapatan yang cukup agresif bisa mempengaruhi audit sedangkan kerentanan
terhadap pencurian persediaan bisa mempengaruhi akun persediaan. Baik untuk
risiko kecurangan laporan keuangan dan risiko penyalahgunaan aktiva, fokusnya
berada pada area khusus dari mwningkatnya risiko kecurangan dan merancang
prosedur audit atau mengubah seluruh perilaku audit untuk merespon risiko
tersebut.
Mengaitkan
Nilai Salah Saji yang masih dapat ditoleransi dan risiko-risiko kepada Tujuan
Audit yang Terkait dengan Saldo
Para auditor dapat mengasosiasikan sebagian besar risiko pada tujuan audit
yang berbeda dengan efektif. Contohnya, tingkat keusangan persediaan
kemungkinan besar tidak akan mempengaruhi tujuan audit lainnya selain dari
tujuan audit atas nilai yang terealisasi.
Batasan-batasan
pengukuran
Satu batasan utama dalam penerapan model risiko audit ini adalah kesulitas
pengukuran berbagai komponen model. Penilaian atas risiko akseptibilitas audit,
risiko inheren, dan risiko pengendalian, serta selanjutnya atas risiko deteksi
terencana sangatlah subyektif dan terdiri dari sejumlah perkiraan terbaik.
Untuk mengimbangi masalah pengukuran, sebagian besar mempergunakan
istilah-istilah pengukuran yang lebar dan subyektif, sepertirendah,
sedang dan tinggi. Tabel 9-6 menempilkan bagaimana cara
para auditor mempergunakan informasi yang diperoleehnya untuk memutuskan nilai
bukti audit yang dikumpulkan.
Tabel 9-6
Hubungan Risiko dengan Bukti Audit
Situasi
|
Risiko
akseptibilitas audit
|
Risiko
Inheren
|
Risiko
pengendalian
|
Risiko
Deteksi Rencana
|
Jumlah Bukti yang
Diperlukan
|
1
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
2
|
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
3
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
4
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
5
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah
overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih
memperhatikan masalah underauditing, karena dapat membawa kantor akuntan publik
pada kewajiban hukum serta kehilangan reputasi profesionalnya. Untuk menghindarkannya
para auaditor umumnya melakukan penialaian risiko secara konservatif.
Hubungan antara
risiko, materialitas, dan bukti audit
Konsep-konsep
materialitas dan risiko dalam auditing sangat terkait erat dan tak
terpisahkan. Risiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sedangkan
materialitasadalah suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara
bersama-sama kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai
pada suatu besaran tertentu.
Mengevaluasi
hasil
Setelah auditor melakukan perencanaan penugasan dan mengumpulkan bukti
audit, hasil-hasil audit dapat dinyatakan dalam sejumlah istilah dari versi
evaluasi atas model risiko audit. Antara lain:
AcAR = IR x CR
x AcDR
Dimana:
AcAR = Achieved
audit Risk (risiko Audit yang tercapai)
IR = Inherent
Risk (Risiko inheren)
CR
= Control Risk (risiko Pengendalian)
AcDR = Achieved
detectionrisk (risiko deteksi yang tercapai)
Formula
tersebut menunjukan bahwa terdapat tiga cara utnuk mengurangi tingkat risiko
audit yang tercapai hingga mencapai suatu tingkat risiko yang dapat diterima:
1. Mengurangi tingkat risiko inheren
2. Mengurangi tingkat risiko
pengendalian
3. Mengurangi tingkat risiko deteksi
yang tercapai dengan meningkatkan uji-uji audit yang substantif
Penggabungan tiga jenis faktor ini yang dilakukan secara subyektif untuk
mencapai suatu tingkat risiko audit yang dapat diterima yang rendah membutuhkan
pertimbangan profesional yang matang.
Merevisi
risiko-risiko dan bukti audit
Model risiko audit terutama merupakan sebuah model perencanaan dan
selanjutnya dapat dipergunakan secara terbatas dalam melakukan evaluasi atas
hasil-hasil audit. Perhatian harus diberikan dalam melakukan revisi atas
faktor-faktor risiko ini ketika hasil-hasil audit yang secara aktual diperoleh
tidak sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.
Pertimbangan yang sangat hati-hati harus dilalkukan oleh auditor pada saat
auditor membuat keputusan, dengan berdasarkan pada bukti audit yang
dikumpulkan, bahwa penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren
telah diterapkan terlalu rendah atau risiko akseptibilitas audit telah
ditetapkan terlalu tinggi. Dalam situasi ini auditor harus melkukan dua
pendekatan, antara lain:
1. Auditor harus merevisi penilaian awal
tentang risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan
pengaruh revisi tersebut terhadap kebutuhan akan bukti audit, tanpa menggunakan
model risiko audit.
CHAPTER 10
– INTERNAL CONTROL
Pengendalian
internal adalah rencana, metoda, prosedur, dan kebijakan yang didesain oleh
manajemen untuk memberi jaminan yang memadai atas tercapainya efisiensi dan
efektivitas operasional, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan terhadap
aset, ketaatan/kepatuhan terhadap undang-undang, kebijakan dan peraturan lain.
TUJUAN
PENGENDALIAN INTERN ADALAH MENJAMIN MANAJEMEN PERUSAHAAN AGAR :
1. Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
2. Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.
3. Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
1. Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
2. Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.
3. Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
SASARAN PENGENDALIAN
INTERN
1. Mendukung operasi perusahaan yang efektif dan efisien.
2. Laporan Keuangan yang handal/akuntabel
3. Perlindungan asset
4. Mengecek keakuratan dan kehandalan data akuntansi
5. keseduaan dengan hukum dan peraturan –peraturan yang berlaku
6. membantu menentukan kebijakan manajerial
1. Mendukung operasi perusahaan yang efektif dan efisien.
2. Laporan Keuangan yang handal/akuntabel
3. Perlindungan asset
4. Mengecek keakuratan dan kehandalan data akuntansi
5. keseduaan dengan hukum dan peraturan –peraturan yang berlaku
6. membantu menentukan kebijakan manajerial
Unsur
– Unsur Pengendalian Internal
Pengendalian Internal terdiri dari unsur-unsur yang
saling terkait, antara lain :
1. Control
Environment ( Lingkungan Pengendalian )
Lingkungan
Pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan
sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur dan komisaris, dan pemilik suatu
entitas terhadap pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut.
Komponen yang mendasar mencerminkan tingkah laku dan filosofi yang dianut
manajemen. Lingkungan Pengendalian dipengaruhi beberapa faktor :
a. integritas
dan nilai-nilai etika dari klien
b. komitmen
terhadap kompetensi
c. dewan
komisaris/komite audit
d. filosofi dan
gaya bisnis manajemen
e. struktur
organisasi
f. pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab
g. prosedur dan
kebijakan SDM
2. Risk Assessement
( Perkiraan Risiko)
Penetapan
risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi dan analisis oleh manajemen
atas risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Manajemen menetapkan risiko sebagai
bagian dari perancangan dan pengoperasian struktur pengendalian internal untuk
meminimalkan salah saji dan ketidakberesan. Auditor menetapkan risiko untuk
memutuskan bahan bukti yang dibutuhkan dalam audit. Ancaman risiko dapat muncul
dari berbagai hal seperti :
a. Perubahan
dalam lingkungan operasi
b. Personil baru
c. Sistem
informasi baru
d. Pertumbuhan yang
cepat
e. Teknologi
baru
f. Produk dan
kegiatan baru
g. Restrukturisasi
korporasi
h. Operasi pihak
asing\
Dalam
tambahan untuk mengidentifikasi risiko, manajemen harus merencanakan untuk :
a. Memperkirakan
kemungkinan dan arti dari risiko
b. Mengendalikan
risiko, menentukan tindakan yang harus diambil
3. Prosedur
pengendalian
Prosedur
pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran
bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan, kita akan membahas secara
singkat prosedur pengendalian yang dapat dipadukan dengan sistem akuntansi.
Prosedur-prosedur tersebut adalah :
a. Pegawai
yang kompeten, perputaran tugas dan cuti wajib
Sistem
akuntansi yang baik memerlukan prosedur untuk memastikan bahwa para karyawan
mampu melaksanakan tugas yang diembannya. Karena itu, para karyawan bagian
akuntansi harus mendapat pelatihan yang memadai dan diawasi dalam melaksanakan
tugasnya. Ada baiknya juga bila dilakukan perputaran atau rotasi tugas di
antara karyawan klerikal dan mengharuskan para karyawan nonklerikal untuk
mengambil cuti. Kebijakan ini mendorong para karyawan untuk menaati prosedur
yang digariskan. Disamping itu, kesalahan atau penggelapan dapat dideteksi.
b. Pemisahan
tanggungjawab untuk operasi yang berkaitan
Untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakefisienan, kesalahan dan penggelapan,
maka tanggungjawab untuk operasi yang berkaitan harus dibagi kepada dua orang
atau lebih. Misalnya, tanggungjawab untuk pembelian, penerimaan dan pembayaran
atas perlengkapan komputer harus dibagi kepada tiga orang atau departemen. Jika
orang yang sama melakukan pemesanan, memeriksa penerimaan atas barang yang
dipesan dan melakukan pembayaran kepada pemasok, maka penyelewengan bisa
terjadi. Upaya-upaya pengecekan yang akan timbul akibat dibaginya tanggungjawab
kepada berbagai departemen tidak perlu menyebabkan tumpang tindih tugas.
Dokumen perusahaan yang disiapkan oleh suatu departemen dirancang agar
terkoordinasi dan saling mendukung dengan dokumen yang disiapkan oleh
departemen lain.
c. Pemisahan
operasi, pengamanan aktiva dan akuntansi
Kebijakan
pengendalian harus menetapkan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas berbagai
aktifitas usaha. Untuk mengurangikemungkinan timbulnya kesalahan dan
penggelapan, maka tanggungjawab atas operasi, pengamanan aktiva dan akuntansi
harus dipisahkan. Selanjutnya, catatan akuntansi akan digunakan sebagai alat
pengecekan independen terhadap mereka yang bertugas mengamankan aktiva dan
mereka yang berkecimpung dalam operasi usaha.
d. Prosedur
pembuktian dan pengamanan
Prosedur
pembuktian dan pengamanan harus digunakan utnuk melindungi aktiva dan
memastikan bahwa data akuntansi dapat dipercaya. Hal ini dapat diterapkan pada
banyak hal seperti prosedur otorisasi, persetujuan dan rekonsiliasi.
4. Information and
Communication ( Informasi dan Komunikasi )
Mencakup
sistem akuntansi yang akan mengidentifikasi, menjabarkan, mengukur, dan
mencatat semua transaksi keuangan yang sah. Yang mencakup batasan umum dari
informasi adalah:
a. Keunggulan
merk
b. Market share
c. Tren/mode
pelanggan
d. Data statistik
e. Aktivitas
perkembangan produk saingan
f. Peraturan-peraturan
5. Monitoring (
Pemantauan )
Aktivitas
pemantauan berkaitan dengan penilaian efektifitas rancangan dan operasi
struktur pengendalian internal secara periodik dan terus menerus. Karena sistem
pengendalian internal berubah seiring waktu, pemantauan memastikan bahwa sistem
masih bekerja efektif. Kontrol adalah pemantauan internal oleh manajer,
internal audit, dan lainnya. Pemantauan eksternal dilakukan oleh pelanggan,
vendor, dan regulator.
1). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion)
Istilah unqualified disini bukan berarti tidak
memenuhi syarat atau tidak qualified. Arti unqualified disini adalah tanpa
kualifikasi (qualification) atau tanpa reserve atau tanpa keberatan-keberatan.
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan
mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam
penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan
keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum Prinsip akuntansi berlaku umum digunakan untuk menyusun laporan
keuangan
o
Perubahan
penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dari periode ke periode telah cukup
dijelaskan
o
Informasi
dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan
cukup dalam laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
2). Laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan
bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language).
Laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi
keuangan dan hasil usaha perusahaan klien namun ditambah dengan hal-hal yang
memerlukan bahasa penjelasan.
3). Laporan pendapat wajar dengan pengecualian
(qualified opinion)
Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan
laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa
unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan. Terdapat beberapa kondisi yang membuat
auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu :
o
Lingkup
audit dibatasi oleh klien
o
Auditor
tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh
informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien
dan auditor
o
Laporan
keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum
o
Prinsip
akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak
diterapakan secara konsisten
4). Laporan pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan jika laporan keuangan
klien tidak disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan
saldo laba dan arus kas perusahaan klien. Auditor memeberikan pendapat tidak
wajar jika tidak terdapat pembatasan bukti audit. Pendapat tidak wajar
merupakan kebalikan pendapat wajar dengan pengecualian. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat
mengumpulkan bukti kompeten dalam jumlah cukup untuk mendukung pendapatnya.
5). Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer
of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor
jika ia tidak berhasil menyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan
telah disajikan secara wajar. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan
jika antara lain, terdapat banyak pembatasan lingkup audit, hubungan yang tidak
independen antara auditor dan klien. Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan
auditor untuk dapat menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara
keseluruhan.
CHAPTER 11
– RISIKO KESALAHAN
JENIS-JENIS FRAUD
- PelaporanKeuangan yang
Curang
Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah
atau pengungkapan
yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan.
Praktek yang dilakukan bisa dengan
melebih sajikan atau merendah sajikan. Dua jenis praktek
merendahsajikan dapat dilakukan dengan:
·
Pengaturan laba (earnings
management ) : menyangkut
tindakan manajemen yang disengaja untuk
memenuhi tujuan laba.
·
Perataan laba (income smoothing) bentuk pengaturan laba di mana
pendapatan dan bebanditukar-tukar di antara periode untuk mengurangi fluktuasi
laba. Misalnya dengan mengurangi persediaan atau aktiva lain.
- PenyalahgunaanA ktiva
Penyalahgunaan aktiva melibatkan
pencurian aktiva entitas. Nilai aktiva yang dicuri biasanyatidak material tapi
terakumulasi selama beberapa waktu. Pencurian aktiva dapat dilakukan
olehpegawai rendah dan tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh manajemen itu
sendiri.
KONDISI-KONDISI PENYEBAB KECURANGAN
Ada tiga kondisi penyebab kecurangan (segitiga kecurangan) yaitu:
1.
Insentif/Tekanan untuk melakukan
kecurangan.
2.
Kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Sasionalisasi.
Sikap yang tertanam di organisasi yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk
melakukan tidakan kecurangan.
1.
FaktorResiko untuk PelaporanKeuangan yang Curang
Contoh faktor resiko untuk pelaporan keuangan yang curang
|
||
Tiga kondisi kecurangan
|
||
Insentif/Tekanan
|
Kesempatan
|
Sikap/Rasionalisasi
|
Manajemen atau pegawai lain
merasakandorongan atau tekanan untuk melakukankecurangan.
|
Terbukanya kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk menyalahsajikan
laporan keuangan.
|
Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai
etis yang membolehkan manajemen atau pegawai
untuk melakukan tindakan yang tidak jujur,atau berada
dalam lingkungan yang menekan yang membuat mereka merasinalisasi dilakukannya
tindakan yang tidak jujur.
|
Contoh faktor dalam resiko
|
Contoh faktor dalam resiko
|
Contoh faktor dalam
resiko
|
·
Stabilitas
keuangan atau profitabilitas terancam oleh
kondisi ekonomi, industri,atau entitas. Misal:
penurunan permintaanyang signifikan dan tingkat kegagalanindustri/ekonomi meningkat.
·
Tekanan berlebih pada manajemen dalam pemenuhan pelunasan utang atau pinjaman lain.
·
Kekayaan bersih pribadi manajemen terancam secara material.
|
·
Estimasi akuntansi signifikan melibatkan pertimbangan subyektif atau
ketidakpastian.
·
Ketidakefektifan
dewan direksi atau komite audit.
·
Staf
akuntansi, audit internal, atau teknologi informasi tidak efektif.
·
Komunikasi dan dukungan nilai-nilai entitas tidak tepat
/ tidak efektif.
|
·
Sejarah pelanggaran hukum sekuritas dan perundangan lainnya.
·
Kebiasaan manajemen membuat peramalan yang
terlalu agresif / tidakrealistis di mata analis, kreditor,atau pihak ketiga lainnya.
|
2
2.
FaktorResiko untuk Penyalahgunaan Aktiva
Contoh faktor resiko untuk pelaporan keuangan yang curang
|
||
Tiga kondisi kecurangan
|
||
Insentif/Tekanan
|
Kesempatan
|
Sikap/Rasionalisasi
|
Manajemen atau pegawai lain
merasakan dorongan atau tekanan untuk melakukan kecurangan.
|
Terbukanya kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk menyalah sajikan laporan
keuangan.
|
Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur,atau berada dalam lingkungan yangm enekan yang
membuat mereka merasinalisasi dilakukannya tindakan yang tidak jujur.
|
Contoh faktor dalam resiko
|
Contoh faktor dalam resiko
|
Contoh faktor dalam
resiko
|
·
Kewajiban keuangan pribadi menekan mereka
yang memiliki akses ke kas atauaktiva lain untuk menyalahgunakanaktiva
tersebut.
·
Hubungan buruk antara manajemen dan pegawai yang memiliki akses ke aktiva yang rentan dicuri.
Contoh: diperkirakan akan ada
pemberhentian sementara pegawai. .
promosi, kompensasi, atau imbalan tidak sesuai harapan.
|
·
Ada jumlah
kas di tangan yang besar atau persediaan yang kecil, bernilai tinggi, atau sedang diminati.
·
Internal
control tidak memadai atas aktiva karena tidak ada.
·
Pemisahan tugas atau pemeriksaan independen.
·
Penyaringan pelamar kerja untukmenjadi pegawai
yang memilikiakses ke aktiva.
·
Cuti wajib bagi pegawai
yang memiliki akses ke aktiva.
|
·
Meremehkan perlunya
memantau atau mengurangi resiko penyalahgunaan aktiva.
·
Meremehkan pengendalian
internaldengan mengabaikan pengendalian yang ada atau tidak
mengoreksidefisiensi pengendalian internal.
|
MENILAI RESIKO KECURANGAN
- Skeptisisme
Profesional
SAS 1: dalam melaksanakan skeptisisme profesional, auditor ” tidak
mengasumsikan bahwa manajemen
tidak jujur tetapi juga tidak mengasumsikan kejujuran absolut”.
Untuk
mempertahankan skeptisime profesional tersebut, ada dua hal yang harus diingat:
a.
Pikiran yang selalu mempertanyakan.Auditor harus selalu
mempertimbangkan kerentanan klien terhadap kecurangan, tanpa memperhitungkan
kemungkinan kejujuran atau integritasmanajemen.
b.
Evaluasi kritis atas
bukti audit.Setiap indikasi atau temuan harus dievaluasi dan
dipelajari secara mendalam.
- SumberInformasi untuk Menilai ResikoKecurangan
Sumber informasi yangdigunakan untuk menilai resiko
kecurangan ada lima, yaitu:
- Komunikasi
di antara tim audit.
Diskusi dilakukan menyangkut hal-hal sebagai berikut:
·
Bagaimana dan di mana kemungkinan
letak salah saji yang material akibat kecurangan.Pertimbangan yangdiperlukan
adalah ketiga faktor yang telah dibahas sebelumnya, yakni: insentif/tekanan,
kesempatan, dan sikap/rasionalisasi.
·
Bagaimana manajemen
dapat melakukan dan menutupi pelaporan keuangan yang curang.
·
Bagaimana seseorang dapat menyalahgunakan
aktiva.
·
Bagaimana auditor
menanggapi kerentanan salah saji yang material akibat kecurangan tersebut.
- Pengajuan pertanyaan
kepada manajemen.
Pertanyaan yang diajukan harus
spesifik termasuk kemungkinan manajemen mencurigai adanya kecurangan.
Pertanyaan juga diajuk an kepada pihak lain termasuk komite audit.
- Faktor-faktor
resiko.
Ketiga faktor resiko (insentif/tekanan, kesempatan, dan sikap/rasionalisasi)
perlu dipertimbangkan dengan
semua informasi yang ada.Yang perlu diingat, kecurangan muncul tidak melulu karena adanya ketiga faktor tersebut secara signifikan.
- Prosedur analitis.
Prosedur analitis dirancang sejak perencanaan audit. Bila hasilnya berbeda dengan ekspektasi, harus dievaluasi
dengan memperhitungkan dengan informasi yang lain.
- Informasi
lain.
Informasi
ini dapat diperoleh di setiap tahap atau bagian audit ketika menilai resiko kecurangan, dan kebanyakan dapat mengindikasikan
resiko kecurangan yang lebih tinggi.
- Mendokumentasikan PenilaianKecurangan
Hal yang perlu didokumentasikan: diskusi antar personil; prosedur yang
ditempuh; resiko khusus tentang kecurangan yang material dan respon auditor
terhadap resiko tersebut; alasan bila tidakada resiko yang material; hasil dari
prosedur yang ditempuh dalam pengabaian pengendalianoleh manajemen; kondisi dan
hubungan analitis tentang diperlukannya prosedur audit tambahanatau respon
lain; dan sifat komunikasi terhadap manajemen, komite audit, atau pihak lain.
MENGAWASI TATA KELOLA KORPORASI UNTUK MENGURANGI RESIKO KECURANGAN
Tata kelola
korporasi disandingkan dengan prosedur pengendalian untuk meminimalkan fraud risk melalui kombinasi tindakan
mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan, yaitu:
- Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi
Penerapan nilai-nilai perusahaan
dapat menciptakan budaya jujur dan etikayang tinggi, yang meliputi
6 unsur:
- Menetapkan tone at
the top , yang dilandasi dengan kejujuran dan integritas, yang diawali dari
tingkat manajemen.
- Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
- Mempekerjakan dan mempromosikan pegawai yang tepat.
- Pelatihan.
- Konfirmasi.
- Disiplin.
2.
Tanggung Jawab Manajemen untuk
Mengevaluasi Resiko Kecurangan
a.
Mengidentifikasikan dan mengukur resiko kecurangan.
b.
Mengurangi resiko kecurangan.
c.
Memantau program dan pengendalian pencegahan kecurangan.
- Pengawasan olehKomiteAudit
Fungsi komite audit:
a.
Memperhitungkan potensi diabaikannya internal control.
b.
Mengawasi proses penilaian resiko kecurangan oleh
manajemen.
c.
Pengendalian anti
kecurangan.
d.
Membantu menciptakantone at the top yang
efektif.
e.
Sebagai penghalang dilakukannya kecuranganoleh
manajemen senior.
TANGGAPAN ATAS RESIKO KECURANGAN
Tanggapan auditor terhadap resiko kecurangan meliputi:
a. Mengubah cara melakukan
audit secara menyeluruh.
Auditor dapat memilih berbagai tindakan seperti menugaskan personil yang
lebih
berpengalaman,
bahkan bisa menugaskan Spesialis Kecurangan.
MenurutS AS 99,
auditor dapat
memasukkan ketidakpastian dalam rencana audit.
b.
Merancang dan melakukan prosedur audituntuk
mengatasi resiko kecurangan.
Prosedur
audit yang sesuai digunakan untuk mengatasi resiko kecurangan spesifik
tergantung dari akun yang diaudit dan tipe resiko kecurangan yang
diidentifikasi.
c.
Merancang dan melakukan prosedur untuk
menemukan pengabaian manajemen terhadap pengendalian.
Tiga prosedur harus dilakukan di setiap
audit :
1.
Memeriksa catatan jurnal dan penyesuaian lain untuk bukti
kemungkinan salah saji karena kecurangan.
2.
Meninjau
kembali estimasi akuntansi.
3.
Mengevaluasi
dasar rasionil untuk tran saksi-transaksi tidak lazim yang signifikan.
Penilaian auditor terhadap resiko salah saji
material karena kecurangan harus selama audit berjalan dan dikoordinasikan
dengan prosedur penilaian resiko lainnya auditor.Auditor harus
waspada untuk kondisi berikut selama audit:
a.
Ketidak cocokan dalam catatan akuntansi.
b.
Bukti
audit yang bertentangan atau hilang.
c.
Problematika
atau hubungan tak lazim antara auditor dengan manajemen.
d.
Hasil tinjauan substantif atau akhir, dari tahap prosedur
analitis yang menunjukkan resiko kecurangan yang tidak disadari sebelumnya.
e.
Tanggapan atas pertanyaan dibuat di seluruh audit
yangtelah samar atau tidak masuk akal atau yang telah menghasilkan bukti yang
tidak konsisten dengan bukti lain.
AREA RESIKO
KECURANGAN SPESIFIK
Resiko Kecurangan Pendapatan dan Piutang
Pendapatan dan piutang terkait serta akun kas secara
khusus rentan manipulasi dan pencurian.Halini disebabkan karena
penjualan sering kali secara kas atau mudah dikonversi ke kas, yang sangat rentan dicuri.
Tiga tipe manipulasi pendapatan adalah:
- Pendapatan fiktif.
Pelaku berusaha keras untuk menciptakan pendapatan
fiktif, dengan menciptakan kebijakan
fiktif, dan melibatkan puluhan karyawan.
- Pengakuan pendapatan terlalu
cepat (prematur).
Perusahaan seringkali mempercepatwaktu pengakuan
pendapatan untuk mendapatkan target pandapatan dan
penjualan. Misalnya mengakui pendapatan periode berikut pada periode kini.
- Manipulasi penyesuaian atas
pendapatan.
Penyesuaian yang paling
umum untuk pendapatan menyangkut retur penjualandan alokasipenjualan.
Perusahaan menyembunyikan retur dari auditor agar penjualan dan pendapatanlebih
besar. Perusahaan juga biasanya mengecilkan beban tagihan macet,
denganmengecilkan alokasi piutang ragu-ragu.Karena alokasi tersebut
berhubungan dengan umurpiutang, perusahaan mengubah umur piutang menjadi lebih
muda.
Dua tanda peringatan
kecura ngan terhadap pendapatan adalah :
- ProsedurAnalitis
Prosedur analitis yang sering
digunakan untuk menemukan terjadinya kecurangan adalah “persentase laba kotor”
dan “perputaran piutang”.
- Ketidakcocokan Pembukuan
Transaksi fiktif
jarangkali selevel dengan bukti pembukuan sebagai transaksi legal. Contohnya adalah ketidak-detilan dari
transaksi fiktif yang tidak bisa menyamai transaksi legal dari segi detail
bukti pembukuan.
PENYALAHGUNAAN KWITANSI MELIBATKAN PENDAPATAN
Penyalahgunaan kwitansi jarangkali
bersifat material dalam pendapatan, namun bisa sangat membebani perusahaan
karena hilangnya aset secara langsung.
Penjualan Tidak Tercatat.
Salah satu yang kecurangan paling sulit dideteksi adalah
ketika penjualan tidak dicatat dan kas dari penjualan dicuri.
PencurianKwitansi Kas Setelah
Penjualan Dicatat.
Hal ini mudah ditemukan setelah membandingkan kas diterima dengan catatan
penjualan. Namun bisa saja pelaku melakukan hal:
1.Mencatat retur
penjualan atau alokasi penjualan.
2.Menghapus data
pelanggan.
3.Lapping, mencatat pembayaran pelanggan satu ke akun pelanggan
lainnya.
TANGGUNG
JAWABBILADICURIGAI ADA KECURANGAN
Merespon Salah Saji yang
Disebabkan Kecurangan
a.
Penggunaan Pertanyaan
1.
WawancaraInformatif,
untuk mengetahui tentang detail dan fakta.
2. Wawancara Penilaian, untuk menguatkan atau menyangkal informasi sebelumnya.
3.
WawancaraInterogatif,
untuk menyingkap kenyataan dari orang yang diduga menyembunyikan
fakta terkait kecurangan tersebut.
b.
Menilai respon atas
wawancara.
Seringkali, jawaban pertama dari yang diwawancarai
menyembunyikan informasi berguna. Namun pertanyaan selanjutnya yang baik akan membimbing
auditor pada pengungkapan faktayang berguna.Auditor harus
mempunyai kemampuan mendengar dan menilai respon ataspertanyaan agar wawancara
efektif :
1.
Kemampuan mendengar.
2. Kemampuan membaca bahasa tubuh.
Tanggung Jawab Lainnya:
a.
nalisis denganSoftwareAudit untuk
menemukan kecurangan.
b. Menambahkan/memperluas tes substantif.
Dampak Audit Lainnya
Kecurangan terhadap kas dengan mengambil dana dari kas
kecil yang jumlahnya kecil mungkin tidak bersifat signifikan bagi auditor, namun jika yang
melakukannya adalah manajemen tingkat menengah ke atas, hal ini merupakan hal
besar menyangkut integritas manajemen.
CHAPTER 13
– RENCANA DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN
A. Jenis – Jenis Pengujian
Sebagaimana dikatakan Arens & Lobbeck dalam bukunya Auditing, terdapat
lima jenis pengujian dasar yang dapat digunakan dalam menentukan apakah laporan
keuangan tersebut telah disajikan secara wajar, yaitu :
A.1. Prosedur Untuk
Memperoleh Pemahaman Atas Struktur Pengendalian Intern.
Sudah dibahas sebelumnya mengenai metodologi dan
prosedur yang digunakan untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian
intern. Selama proses/tahap audit tersebut, auditor harus memusatkan
perhatiannya kepada rancangan dan operasi dari
aspek-aspek struktur pengendalian intern sampai seluas yang diperlukan guna
dapat merencanakan audit dengan efektif. Tujuan pelaksanaan prosedur
selanjutnya adalah untuk memberikan pemahaman dan bahan bukti untuk mendukung hal itu. Lima jenis prosedur audit
yang berhubungan dengan pemahaman auditor atas struktur pengendalian intern
ialah :
· Pengalaman auditor pada periode
sebelumnya terhadap satuan usaha tersebut
· Tanya jawab dengan pegawai perusahaan
· Pemeriksaan pedoman kebijakan dan sistem
· Pemeriksaan atas dokumen dan catatan
· Pengamatan akitivitas dan operasi satuan
usaha tersebut
A.2. Pengujian Atas Pengendalian
Penggunaan utama dari pemahaman auditor atas struktur pengendalian intern
ialah untuk menetapkan resiko pengendalian relatif terhadap barbagai tujuan
audit berkait-transaksi. jika auditor merasa yakin dan percaya bahwa kebijakan
dan prosedur pengendalian dirancang dengan efektif, dan dijalankan dengan
efisien, dia dapat menetapkan resiko pengendalian pada tingkat yang dapat
mencerminkan evaluasi tersebut. Meskipun demikian, tingkat resiko pengendalian
yang ditetapkan harus dibatasi sampai tingkat yang didukung oleh bahan bukti
yang diperoleh. Dan prosedur yang digunakan guna memeroleh bahan bukti semacam
ini disebutpengujian atas pengendalian.
Pengujian ini mencakup jenis bahan bukti berikut :
· Tanya jawab dengan pegawai klien
· Pemeriksaan dokumen dan catatan
· Pengamatan aktifitas-akifitas
berhubungan dengan pengendalian
· Pelaksanaan ulang oleh auditor terhadap
prosedur-prosedur klien
A.3. Pengujian Substantif Atas Transaksi
Pengujian substantif merupakan suatu prosedur yang dirancang
untuk menguji kekeliruan atau ketidakberesan dalam bentuk uang yang langsung
memengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan. Terdapat tiga jenis pengujian
substantif : pengujian atas transaksi, prosedur analitis dan pengujian
terinci atas saldo. Sedangka tujuan pengujian substantif atas transaksi
adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi klien telah diotorisasi
dengan pantas, dicatat dan diikhtisarkan dalam jurnal dengan benar dan
diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar. [1]
A.4. Prosedur Analitis
Prosedur analitis mencakup perbandingan jumlah yang
dicatat dengan ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Ada empat tujuan
penggunaan prosedur analitis yaitu : memahami bidang klien, menetapkan
kemampuan kelangsungan hidup suatu satuan usaha, indikasi timbulnya kemungkinan
salah saji dlam laporan keuangan, dan mengurangi pengujian audit yang lebih
rinci.
A.5. Pengujian Terinci Atas Saldo (Test of Details of Balances)
Pengujian ini menitik-beratkan atau memfokuskan pada saldo akhir buku besar
baik untuk akun-akun neraca maupun laba rugi, namun penekanan utama pada
kebanyakan pengujian terinci atas saldo adalah neraca. Pengujian terinci atas
saldo akhir ini penting dalam pelaksanaan audit, karena dalam kebanyakan
bagiannnya bahan bukti diperoleh dari sumber yang independen dari klien dan
dengan demikian dinilai berkualitas tinggi.
Sementara itu pengujian terinci atas saldo ini bertujuan untuk memberikan
kebenaran moneter atas akun – akun yang berkaitan dan dengan demikian pengujian
substantif. Sebagai contoh, konfirmasi menguji salah saji dan ketidakberesan
moneter dan dengan demikian merupakan pengujian substantif. Demikian pula,
perhitungan persediaan dan kas di tangan juga merupakan pengujian substantif.
B. Memilih Jenis Ujian Untuk Dilaksanakan
B.1. Jenis Bukti
Hanya jenis bahan bukti tertentu (pemeriksaan fisik, konfirmasi,
dokumentasi, prosedur analitis, pengamatan, pemeriksaan
klien danpelaksanaan ulang) masing-masing diperoleh melalui kelima
pengujian tersebut. Beberapa pengamatan (berdasarkan tabel 1) adalah sebagai
berikut :
· Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas
struktur pengendalian intern, pengujian atas pengendalian, dan pengujian
substantif atas transaksi mencakup hanya dokumentasi, pengamatan, tanya jawab
dan pelaksanaan ulang.
· Lebih banyak jenis bahan bukti yang
diperoleh dengan menggunakan pengujian terinci atas saldo daripada dengan
menggunakan pengujian jenis lain. Hanya pengujian terinci atas saldo yang
mencakup konfirmasi dan pemeriksaan fisik.
· Tanya jawab dengan klien dilakukan dalam
semua jenis pengujian : dokumentasi dapat digunakan bagi setiap pengujian
kecuali prosedur analitis.
B.2. Biaya
Relatif
Jenis pengujian
berikut diurutkan berdasarkan makin besarnya biaya yang diperlukan :
· Prosedur analitis
· Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas
struktur pengendalian intern dan pengujian atas pengendalian
· Pengujian substantif atas transaksi
· Pengujian terinci atas saldo
Alasan prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah ialah
dikarenakan relatif lebih mudah untuk membuat perhitungan dan perbandingan.
Seringkali informasi yang menyangkut salah saji yang potensial dapat diperoleh
dengan mudah dengan cara membandingkan dua atau tiga angka. Sama halnya dengan
pengujian atas pengendalian juga rendah dalam biaya, karena dalam membuat
penyelidikan dan pengamatan serta pemeriksaan atas hal-hal seperti inisial pada
dokumen dan indikasi keluar dari prosedur pengendalian yang lainnya. Seringkali
pengujian atas pengendalian dapat dilakukan dalam sejumlah besar pos atau unsur
dalam beberapa menit.
Tidak demikian hal
nya dengan pengujian substantif atas transaksi yang memiliki biaya lebih mahal
daripada pengujian atas pengendalian yang tidak mencakup pelaksanaan ulang
karena seringkali diperlukan perhitungan kembali dan penlusuran. Pengujian
terinci atas saldo kebanyakan
selalu lebih mahal daripada jenis prosedur yang lain. Dibutuhkan biaya untuk
mengirim konfirmasi dan menghitung aktiva.
Biaya untuk
masing-masing bahan bukti bervariasi dalam berbagai situasi. Misalkan, biaya
perhitungan persediaan oleh auditor (pengujian substantif terinci atas saldo
persediaan) seringkali tergantung kepada sifat dan nilai rupiah persediaan,
lokasi dan jumlah jenis unsur persediaan.
B.3.Hubungan Antara Pengujian Atas Pengendalian dan Pengujian Substantif
Penyimpangan dalam pengujian atas pengendalian adalah hanyaindikasi kemungkinan
kekeliruan atau ketidakberesan yang mempengaruhi nilai rupiah laporan keuangan,
sedangkan penyimpangan dalam pengujian substantif adalah salah saji laporan
keuangan. Penyimpangan dalam pengujian atas pengendalian seringkali disebut sebagai
deviasi pengujian atas pengendalian. Sehingga deviasi pengujian atas
pengendalian signifikan hanya terjadi dengan cukup sering yang menyebabkan
auditor percaya terdapat salah saji dalam rupiah yang material dalam laporan
keuangan. Pengujian substantif sebaiknya dilakukan untuk menentukan apakah
salah saji dalam rupiah terjadi secara aktual.
B.4.Trade-Off Antara Pengujian Atas Pengendalian dan Pengujian Substantif
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ada trade-off antara
pengujian atas pengendalian dan pengujian substantif. Auditor membuat keputusan
selama perencanaan, apakah akan menetapkan resiko pengendalian dibawah
maksimum. Pengujian atas pengendalian harus dilaksanakan untuk menentukan apakah
resiko pengendalian yang ditetapkan dapat dibenarkan. Jika resiko pengendalian
yang ditetapkan berada di bawah maksimum, resiko penemuan yang direncanakan
dalam model resiko audit ditingkatkan dan dengan demikian pengujian substantif
yang direncanakan dapat dikurangi.
Hubungan antara jenis pengujian dan
bahan bukti
Jenis Pengujian
|
Jenis Bahan Bukti
|
||||||
Pemeriksaan
Fisik
|
Konfirmasi
|
Dokumentasi
|
Pengamatan
|
Pemeriksaan
Klien
|
Pelaksanaan
Ulang
|
Prosedur
Analitis
|
|
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian intern
|
x
|
x
|
x
|
||||
Pengujian atas pengendalian
|
x
|
x
|
x
|
||||
Pengujian substantif atas transaksi
|
x
|
x
|
x
|
||||
Prosedur analitis
|
x
|
x
|
|||||
Pengujian terinci atas saldo
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
C. Campuran Bukti
Ada banyak variasi dalam keluasan penggunaan kelima jenis pengujian
dalam situasi audit yang berbeda pada berbagai tingkat efektifitas pengendalian
intern. Ada juga variasi dari satu siklus ke siklus lain dalam suatu audit
tertentu. Dalam tiap kasus, diasumsikan bahan bukti kompeten yang cukup telah
dikumpulkan. Berikut
merupakan analisa dari setiap situasi audit :
a. Analisa situasi audit 1.
Klien merupakan
perusahaan besar dengan pengendalian intern yang canggih. Dengan demikian
auditor melakukan pengujian atas pengendalian yang ekstensif dan sangat
mengandalkan kepada struktur pengendalian intern untuk mengurangi pengujian
substantif. Prosedur analitis yang ekstensif juga dilakukan untuk mengurangi
pengujian substantif yang lain. Pengujian substantif atas transaksi
dan pengujian terinci atas saldo, dengan demikian diminimumkan. Karena
penekanan pada pengujian atas pengendalian dan prosedur analitis , audit ini
dapat dilaksanakan dengan tidak mahal.
b. Analisa situasi audit 2.
Perusahaan
berukuran sedang, terdapat sedikit pengendalian. Auditor, dengan demikian telah
memutuskan jumlah pengujian yang sedang untuk semua jenis pengujian kecuali
prosedur analitis, yang dilakukan dengan ekstensif.
c. Analisa situasi audit 3.
Perusahaan merupakan perusahaan menengah, namun memiliki sedikit
pengendalian yang efektif. Tidak ada pengujian atas pengendalian dilakukan karena
tidak pantas untuk mengandalkan kepada struktur pengendalian intern yang
lemah. Penekanan ada pada pengujian terinci atas saldo, tetapi beberapa pengujian
substantif atas transaksi dan prosedur analitis dilakukan juga. Alasan untuk
membatasi prosedur anallitis adalah ekspektasi auditor akan adanya salah saji
dalam saldo akun. Biaya audit
diperkirakan relatif lebih tinggi karena sejumlah pengujian substantif yang
rinci.
d. Analisa situasi audit 4.
Rencana mula-mula dalam situasi audit ini mengikuti
pendekatan pada audit 2. Namun, auditor menemukan deviasi pengujian atas
pengendalaian yang ekstensif dan kekeliruan yang signifikan setelah dilakukan
pengujian atas transaksi dan prosedur analitis. Dengan demikian,
auditor berkesimpulan bahwa struktur pengendalian intern tidak efektif.
Tabel 2
Variasi Penekanan dalam Pengujian
Prosedur Untuk Memperoleh Pemahaman Struktur Pengendalian Intern
|
Pengujian
Atas Penegendalaian
|
Pengujian Substantif Atas
Transaksi
|
Prosedur
Analitis
|
Pengujian Terinci Atas Saldo
|
|
Audit 1
|
E
|
E
|
S
|
E
|
S
|
Audit2
|
M
|
M
|
M
|
E
|
M
|
Audit 3
|
M
|
N
|
E
|
M
|
E
|
Audit 4
|
M
|
M
|
E
|
E
|
E
|
E = Jumlah
pengujian ekstensif, M = Jumlah pengujian sedang, S = Jumlah pengujian sedikit,
N = Tidak ada pengujian.
D. Rancangan Program Audit
Program audit pada kebanyakan audit dirancang dalam 3 bagian : pengujian
atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian terinci atas saldo.
1. Pengujian atas transaksi
Program audit pengujian atas transaksi ini biasanya mencakup bagian penjelasan yang
mendokumentasikan pemahaman yang diperoleh mengenai struktur pengendalian
intern. Juga disukai untuk memasukkan gambaran prosedur yang dilaksanakan untukmemperoleh pemahaman atas struktur
pengendalian intern dan rencana tingkat risiko pengendalian yang
ditetapkan.
Prosedur
Audit Pendekatan untuk merancang pengujian atas transaksi menekankan pada
pemenuhan tujuan pengendalian. Pendekatan empat langkah berikut diikuti kalau
direncanakan pengurangan tingkat resiko pengendalian yang ditetapkan :
· Terapkan tujuan pengendalian intern rinci
kepada kelompok transaksi yang diuji, misalnya penjualan.
· Identifikasi kebijakan dan prosedur
pengendalian spesifik yang akan mengurangi resiko pengendalian untuk
masing-masing tujuan audit berkait-transaksi.
· Untuk masing-masing kebijakan dan
prosedur pengendalian intern yang mana pengurangan resiko pengendalian
dihubungkan (pengendalian kunci), kembangkan pengujian atas pengendalian yang
pantas.
· Bagi jenis kekeliruan dan ketidakberesan
yang potensial sehubungan dengan setiap tujuan audit berkait-transaksi, rancang
pengujian substantif atas transaksi yang tepat dengan
mempertimbangkan kelemahan dalam pengendalian intern dan perkiraan hasil
pengujian atas pengendalian dalam langkah 3.
2. Prosedur analitis
Karena elative
tidak mahal, maka banyak auditor yang melakukan prosedur analitis yang
ekstensif dalam seluruh audit.Sebagaimana
yang pernah dibahas, bahwa prosedur analitis dilakukan pada 3 tahap audit yang
berbeda yaitu, dalam tahap perencanaan untuk membantu auditor menentukan bahan
bukti lain yang diperlukan untuk memenuhi resiko audit yang diinginkan
(disyaratkan), selama pelaksanaan audit bersama-sama dengan pengujian atas
transaksi dan pengujian terinci atas saldo (bebas pilih) dan mendekati
penyelesaian akhir audit sebagai pengujian kelayakan akhir.
3. Pengujian terinci atas saldo
Metodologi untuk merancang pengujian terinci atas saldo diorientasikan
kepada tujuan audit. Misalkan, jika auditor memverifikasi piutang usaha,
pengujian yang direncanakan harus mencakupi untuk memenuhi masing-masing
tujuan.
Dibawah ini merupakan metodologi untuk merancang pengujian terinci atas
saldo laporan keuangan piutang usaha :
· Mengidentifikasi risiko bisnis klien
yang mempengaruhi piutang usaha.
· Menetapkan salah saji yang dapat
ditolerir dan menilai risiko inheren untuk piutang usaha.
· Menilai risiko kendali untuk siklus
penjualan dan penagihan.
· Merancang dan melaksankan pengujina
pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi untuk siklus
penjualan dan penagihan.
· Merancang dan melaksanakan prosedur
analitis untuk saldo piutang dagang.
· Merancang pengujian rincian saldo
piutang dagang untuk memenuhi sasaran audit yang terkait dengan saldo.
Salah satu bagian paling sulit dalam audit adalah dengan
menerapkan dengan tepat faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian rincian
saldo. Masing-masing faktor adalah subyektif, menuntut penilaian profesional
yang cukup banyak.
E. Tingkatan Pemisahan Dari Aktivitas
Perencanaan
Berbagai aktivitas perencanaan diterapkan pada tingkat pemisahan yang
berbeda, bergantung pada sifat aktivitas itu. Tingkat pemisahan ini berkisar
dari keseluruhan audit hingga sasaran hasil audit yang terkait dengan saldo
untuk masing-masing akun. Contohnya, ketika auditor memperoleh
informasi latar belakang tentang industri dan bisnis klien, hal itu
bersinggungan dengan keseluruhan audit.
F. Program Audit Ilustratif
Kebanyakan prosedur memenuhi lebih dari satu sasaran. Dan juga,
lebih dari satu prosedur audit yang digunakan untuk masing-masing sasaran.
Prosedur audit dapat ditambahkan atau dihapus ketika auditor merasa perlu.
Ukuran contoh, materi untuk dipilih, dan penetapan waktu juga dapat diubah
untuk kebanyakan prosedur.
Program audit sering terkomputerisasi. Format yang paling sederhana dari
aplikasi ini adalah untuk mengetik program audit pada pengolah kata (word
processor) dan menyimpannya dari satu tahun ke tahun berikutnyauntuk
memfasilitasi perubahan dan pembaharuan.
G. Hubungan Sasaran Audit yang Terkait
dengan Transaksi dan Sasaran Audit yang Terkait dengan Saldo
Telah ditunjukkan bahwa pengujian rincian saldo harus dirancang untuk
memnuhi sasaran audit yang terkait denagn saldo untuk masing-masing akun dan
tingkat dari pengujian ini dapat dikurangi ketika sasaran hasil audit yang
terkait dengan transaksi telah dipenuhi oleh pengujian pengendalian atau
pengujian substantif atas transaksi.
Oleh karena itu adalah penting untuk memahami bagaimana masing-masing
sasaran audit yang terkait dengan saldo. Beberapa pengujian substantif atas
saldo adalah juga mungkin untuk sasaran hasil audit lain yang terkait dengan
saldo, tergantung pada hasil dari pengujian pengendalian dan pengujian
substantif atas transaksi.