Kamis, 05 Mei 2016

MAKALAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

MAKALAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan. Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah  harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak.
Pajak pertambahan nilai adalah Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Dalam peningkatan dana dalam negeri, Pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Masalah Perpajakan bukan hanya masalah pemerintah saja dan pihak-pihak yang terkait didalamnya akan tetapi masyarakat juga sangat mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah Perpajakan di Indonesia. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
Namun pada kenyataanya masyarakat kita, khusunya yang berada di desa-desa dan masyrakat awam,  tidak cukup mengenal atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai PPn dan PPn BM, mulai dari apa itu PPn dan PPn BM, apa dasar hukumnya, apa saja objeknya, bagaimana cara penghitungannya, mekanismenya, karaketristiknya, dan lain sebagainya.
Maka dari itu berangkat dari permasalahan di atas, mengenai ketidaktahuan sebagian msyarakat Indonesia tentang PPn dan PPn BM, kami terinspirasi untuk menyajikan secara menyeluruh, detail, dan  serinci mungkin, mengenai permasalahan PPn dan PPn Bm di Indonesia dalam bentuk suatu Makalah.

2.      Rumusan Masalah
            Berdasarkan topik tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, beberapa hal yang perlu diungkap dalam penelitian ini sebagai berikut.       
1.      Apa yang dimaksud & dasar hukum atas PPN dan PPnBM yang berlaku di indonesia ?
2.      Apa saja karakteristik dari PPN dan PPnBM ?
3.      Apa yang menjadi subjek pajak dari PPN dan PPnBM ?
4.      Apa yang menjadi objek pajak PPN dan PPnBM ?
5.      Bagaimana ketentuan tarif PPN dan PPnBM ?
6.      Bagaimana mekanisme pengenaan PPN dan PPnBM ?
7.      Bagaimana cara menghitung PPN dan PPnBM ?
8.      Bagaimana proses penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM ?








3.      Tujuan Pembahasan
Berdasarkan pada permasalahan yang diungkapkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah.
1.      Untuk menjelaskan apa itu PPN dan PPnBM dan dasar hukum atas berlakunya PPN dan PPnBM di Indonesia.
2.      Memaparkan karakteristik dari PPN dan PPnBM.
3.      Untuk menjelaskan apa saja yang menjadi subjek dalam PPN dan PPnBM.
4.      Untuk menjelaskan tentang apa saja yang menjadi objek PPN dan PPnBM.
5.      Memaparkan ketentuan tarif PPN dan PPnBM.
6.      Untuk mendeskripsikan mekanisme pengenaan PPN dan PPnBM.
7.      Untuk menjelaskan cara perhitungan PPN dan PPnBM.
8.      Untuk menjelaskan proses penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM.





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-barang tertentunya.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Barang mewah yang harus dikenakan PPnBM menurut undang undang adalah barang yang bukan merupakam kebutuhan pokok, barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, dan barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukan status atau kelas sosial.
Dasar hukum yang melindungi pengenaan PPN dan PPnBM yang diatur dalam undang-undang adalah sebagai berikut:
a.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c.       Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f.       Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.

2.      Karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) memiliki karakteristik yang berbeda. PPN mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a.       Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b.      Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax). Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c.       Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d.      Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e.       Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai terakhir.
f.       Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g.      Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
Sedangkan dalam Pajak Penjualan atas Barang Mewah karakteristiknya adalah.
a.       Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b.      PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN.
c.       PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada saat impor barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah, atau atas BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) pabrikan.
d.      PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN.
e.       Apabila ekspor barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar saat perolehannya dapat diminta kembali.

3.      Subjek Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pengusaha diwajibkan menjadi PKP apabila jumlah peredaran bruto dalam satu tahun lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Pengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN & PPnBM berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)




1.      Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN yaitu : 
a.       Pabrikan.
b.      Importir.
c.       Indentor.
d.      Agen utama atau penyalur utama.
e.       Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena Pajak.
f.       Pedagang besar.
g.      Eksportir.
h.      Pedagang eceran beras.
i.        Pemborong atau Kontraktor.
j.        Pengusaha jasa bidang komunikasi.
k.      Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri.
l.        Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jendral pajak.

2.      Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

4.      Objek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pengertian Objek Pajak ialah segala sesuatu yang karena undang-undang dapat dikenakan pajak. Kata "dapat" dikenakan pajak mengandung makna bahwa objek pajak boleh atau tidak boleh kena pajak. Pengenaan pajak terhadap suatu objek harus dipertimbangkan secara maksimal agar tidak menimbulkan permasalahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penentuan suatu objek untuk dikenakan pajak lebih dahulu dilakukan penelitian sehingga dapat menciptakan kemanfaatan bagi negara maupun daerah selaku pihak yang membutuhkan pajak.

1.      Objek Pajak Pertambahan Nilai
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.       ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

2.      Barang Kena Pajak (BKP) yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b.      barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.      uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

3.      Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b.      jasa di bidang pelayanan sosial;
c.       jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d.      jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e.       jasa di bidang keagamaan;
f.       jasa di bidang pendidikan;
g.      jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h.      jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i.        jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j.        jasa di bidang tenaga kerja;
k.      jasa di bidang perhotelan;
l.        jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

4.      Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
-          kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;
-          kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
-          kelompok mesin pengatur suhu udara;
-          kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
-          kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

b.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
-          kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a;
-          kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
-          kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut pada huruf a;
-          kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
-          kelompok wangi-wangian;

c.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
-          kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
-          kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.

d.      Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
-          kelompok minuman yang mengandung alkohol;
-          kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
-          kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
-          kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
-          kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
-          kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
-          kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
-          kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
-          kelompok jenis alas kaki;
-          kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
-          kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
-          Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.

e.       Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
-          kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
-          kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
-          kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a dan huruf c;
-          kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

f.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
-          kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada huruf d;
-          kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
-          kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

g.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
-          kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder; dan
-          kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

h.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
-          kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
-          kendaraan bermotor dengan kabin ganda (Double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

i.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
-          kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc; dan
-          kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

j.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :
-          kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
-          kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc; dan
-          kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

k.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

l.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
-          kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
-          kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.

m.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
-          kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
-          kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
-          kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
-          trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

n.      Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
-          kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
-          kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
-          kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
-          kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.

5.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Tarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%). Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
1.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai
a.       Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.       Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

2.      Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
b.      Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).

6.      Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Undang-Undang PPN 1984 menganut metode kredit pajak serta metode faktur pajak. Dalam metode ini PPN dikenakan atas penyerahan BKP atau JKP oleh pengusaha kena pakjak (PKP). PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan menerapkanya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metodw kredit pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak). Mekanisme pengenaan PPn dapat digambarkan sebagi berikut:
a.       Pada saat mebeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pjak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti berupa faktur pajak.
b.      Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
c.       Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
d.      Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari pada jumlah pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
e.       Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

7.      Faktur Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak;
b.      penyerahan Jasa Kena Pajak;
c.       ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
d.      ekspor Jasa Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.
1.      Saat Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat pada:
a.       saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b.      saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c.       saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
d.      saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
2.      Dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harus memuat :
a.       nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
b.      nama pembeli BKP atau penerima JKP;
c.       jumlah satuan barang apabila ada;
d.      Dasar Pengenaan Pajak; dan
e.       jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

3.      Sanksi
PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

8.      Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Macam macam DPP yang dipakai dalam pengenaan PPN dan PPnBM adalah:

a.       Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
b.      Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
c.       Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
d.      Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
e.       Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
-          untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
-          untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
-          untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
-          untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
-          untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
-          untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
-          untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
-          untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
-          untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
-          untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Berikut merupakan contoh cara menghitung PPN dan PPnBM:
1.      PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00 = Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

2.      PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp20.000.000,00 = Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

3.      Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
= 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

4.      Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a.       Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
b.      PPN = 10% x Rp5.000.000,00 = Rp500.000,00
c.       PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00 = Rp1.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a.       Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
b.      PPN = 10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00
c.       PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00 = Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

9.      Proses Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pemungut PPN/PPnBM yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menyetor PPN/PPnBM yang telah dipungut, sedangkan pengusaha kena pajak (PKP) wajib menyetorkan :
a.       PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b.      PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
c.       PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP)
Penyetoran pajak yang terhutang dapat dilakukan di kantor pos dan gito atau di bank persepsi.
1.      Saat Penyetoran PPN/PPnBM
a.       PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
b.      PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
c.       PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
d.      PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
-          Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
-          Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
e.       PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.




2.      Saat Pelaporan PPN/PPnBM
a.       PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b.      PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
c.       PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
-          Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
-          Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
d.      Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.




BAB III
PENUTUP
1.      Simpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi.  Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.

2.      Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.



DAFTAR PUSTAKA





LAMPIRAN

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

A. Pengantar
1. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
a.       Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b.      Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax). Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c.       Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d.      Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e.       Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai terakhir.
f.       Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g.      Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
2. Dasar Hukum
a.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c.       Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f.       Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
B. Objek Pajak
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.       ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b.      barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.      uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
3. Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b.      jasa di bidang pelayanan sosial;
c.       jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d.      jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e.       jasa di bidang keagamaan;
f.       jasa di bidang pendidikan;
g.      jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h.      jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i.        jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j.        jasa di bidang tenaga kerja;
k.      jasa di bidang perhotelan;
l.        jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
4. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

b.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
  
c.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:

d.      Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
  
e.       Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
  
f.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
  
g.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
  
h.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
  
i.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
  
j.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :
  
k.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
l.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
  
m.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
  
n.      Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
C. Tarif Pajak

1. Pajak Pertambahan Nilai
a.       Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.       Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
b.      Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar