Kamis, 05 Mei 2016

Pajak Penghasilan PPh

Pasal 9
Ayat 1 : Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
a.
pembagian laba dengan nama dan dalambentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b.
biaya yang dibebankan atau dikeluarkanuntuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c.
pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewaguna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadanganbiaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dansyarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17Tahun 2000)
d.
premi asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa,yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar olehpemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WajibPajak yang bersangkutan; (UU No 10 Tahun 1994)
e.
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerahtertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17 Tahun 2000)
f.
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyaihubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yangdilakukan; (UU No 10 Tahun 1994)
g.
harta yang dihibahkan, bantuanatau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyatadibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atauWajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islamkepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkanoleh Pemerintah; (UU No 17 Tahun 2000)
h.
Pajak Penghasilan; (UU No 10Tahun 1994)
i.
biaya yang dibebankan ataudikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjaditanggungannya; (UU No 10 Tahun 1994)
j.
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidakterbagi atas saham; (UU No 10 Tahun 1994)
k.
sanksi administrasi berupa bunga,denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaanperundang-undangan di bidang perpajakan. (UU No 10 Tahun 1994)
Ayat 2 : Pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkandibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalamPasal 11 atau Pasal 11 A. (UU No 10 Tahun 1994)






Pasal 6
Ayat 1 : Besarnya Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a.
biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaandengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biayaadministrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; (UU No 17 Tahun 2000)
b.
penyusutan atas pengeluaran untukmemperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperolehhak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahunsebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; (UU 10 Tahun 1994)
c.
iuran kepada dana pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; (UU 10 Tahun 1994)
d.
kerugian karena penjualan ataupengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yangdimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; (UU 10 Tahun1994)
e.
kerugian dari selisih kurs matauang asing; (UU No 17 Tahun 2000)
f.
biaya penelitian dan pengembanganperusahaan yang dilakukan di Indonesia;(UU 10 Tahun 1994)
g.
biaya bea siswa, magang, danpelatihan; (UU 10 Tahun 1994)
h.
piutang yang nyata-nyata tidak dapatditagih, dengan syarat : (UU No 17 Tahun 2000)
1)
telah dibebankan sebagai biayadalam laporan laba rugi komersial;
2)
telah diserahkan perkarapenagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan LelangNegara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusanpiutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3)
telah dipublikasikan dalampenerbitan umum atau khusus; dan
4)
Wajib Pajak harus menyerahkandaftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak,yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut denganKeputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ayat 2 : Apabila penghasilan bruto setelahpengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, makakerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajakberikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. (UU No 17 Tahun 2000)
Ayat 3 : Kepada orang pribadi sebagaiWajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak KenaPajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. (UU No 10 Tahun 1994)



Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Beban-beban yang dapat dikurangkandari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban ataubiaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf a
Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang bolehdibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankansebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubunganlangsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memeliharapenghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Dengan demikianpengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilanyang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yangpendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperolehpenghasilan bruto yang terdiri dari:
a.
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf hsebesar
Rp100.000.000,00
b.
penghasilan bruto lainnya sebesar
Rp300.000.000,00

Jumlah penghasilan bruto
Rp400.000.000,00
Apabila seluruh biayaadalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka biaya yang bolehdikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalahsebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakanuntuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yangditerimanya tidak merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapatdikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaranyang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, danmemelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluanpribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untukkeperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentinganpribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaranpremi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankansebagai biaya perusahaan, namun bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebutmerupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaransehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harusdilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukandalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengancuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerimaatau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun demikian, pengeluarandalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerimaatau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaranyang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajarantersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yang melampaui bataskewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Selanjutnya lihat ketentuandalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya.
Pajak-pajak yangmenjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan,misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel danRestoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Mengenaipengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-benardikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakekatnya merupakansumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untukpromosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf b
Pengeluaran-pengeluaranuntuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Selanjutnyalihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A besertapenjelasannya.
Pengeluaran yangmenurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapatahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
Huruf c
Iurankepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkanoleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yangdibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan olehMenteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Huruf d
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yangmenurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yangdimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untukmendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan daripenghasilan bruto.
Kerugian karenapenjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalamperusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilanbruto.
Huruf e
Kerugian karena selisih kurs matauang asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang terjadisehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisihkurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannyadilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secarataat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistempembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisihkurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asingtersebut.
Apabila Wajib Pajak menggunakansistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesiaatau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukanpada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnyaberlaku pada akhir tahun.
Rugiselisih kurs karena kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukandalam perkiraan sementara di neraca dan pembebanannya dilakukan bertahapberdasarkan realisasi mata uang asing tersebut.
Huruf f
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yangdilakukan di Indonesiadalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagipengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf g
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magangdan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapatdibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran dankepentingan perusahaan.
Huruf h
Piutang yang nyata-nyata tidakdapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telahmengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukanupaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yangdimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional,namun dapat juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
Tata cara pelaksanaanpersyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut oleh DirekturJenderal Pajak.
Ayat (2)
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankanberdasarkan ketentuan dalam ayat (1) setelah dikurangkan dari penghasilan brutodidapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilanneto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulaisejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh:
PT A dalam tahun 1995 menderitakerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnyalaba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
1996 : labafiskal
Rp 200.000.000,00
1997 : rugi fiskal
(Rp 300.000.000,00)
1998 : labafiskal
Rp NI H I L
1999 : labafiskal
Rp 100.000.000,00
2000 : labafiskal
Rp 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukansebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 1995
(Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun1996
Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun1995
(Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 1997
(Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 1998
Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 1999
Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2000
Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(Rp 100.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00yang masih tersisa pada akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagidengan laba fiskal tahun 2001, sedangkan rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dantahun 2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998berakhir pada akhir tahun 2002.
Ayat (3)
Dalam menghitung Laba Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Cara perhitungan kredit pajak luar negeri :
1. Contoh 1 :
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 adalah sbb :
-
Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00.
-
Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00
-
Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana PPh yang dibyar sebesar
Rp 1.500.000.000,00
-
Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00.
Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :
Penghasilan neto dalam negeri
Rp
8.000.000.000,00

Penghasilan neto dari Singapura
Rp
2.000.000.000,00

Penghasilan neto dari Vietnam
Rp
6.000.000.000,00



________________

Jumlah Penghasilan Neto
Rp
16.000.000.000,00



________________

Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).
Perhitunga PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00
Rp
5.000.000,00

15% x Rp 50.000.000,00
Rp
7.500.000,00

30% x Rp 15.900.000.000,00
Rp
4.770.000.000,00



_______________


Rp
4.782.500.000,00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
-
Singapura = (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 = Rp 597.812.500,00
PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp 597.812.500,00 meskipun secara nyata membayar PPh di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya.
-
Vietnam = (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =Rp 1.793.437.500,00.
PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata dibayar/terutang di Vietnam).
2. Contoh 2 :
PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sbb :
-
Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri
Rp
(600.000.000,00)

-
Penghasilan neto dari usaha di Philipina
Rp
3.000.000.000,00


_______________

-
Jumlah
Rp
2.400.000.000,00

-
PPh yang terutang di Philipina sebesar
Rp .
1.200.000.000,00

Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)Rp 2.400.000.000,00
PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00
= Rp
5.000.000,00

15% x Rp 50.000.000,00
= Rp
7.500.000,00

30% x Rp 2.300.000.000,00
= Rp
690.000.000,00



____________


Rp
702.500.000,00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan Neto dari Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum Kredit Pajak Luar Negeri adalah sama dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 702.500.000,00. PPh yang telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp 1.200.000.000,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak dapat dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.
Revaluasi aktiva tetap berdasarkan UU pajak
Berdasarkan Kepmenkeu No.384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dan Surat Edaran Dirjen. Pajak No. 29/PJ.42/1998, diatur mengenai:
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau  nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka dalam rangka perhitungan pajak. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
Perlakuan Pajak Atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva
Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai kembali, terlebih dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika masih terdapat sisa lebih, dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh:
Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2002 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva tersebut adalah Rp 175.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan adalah Rp 25.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar aktiva                                                                 Rp. 175.000.000,00
Nilai buku fiskal aktiva                                                          100.000.000,00
Selisih lebih penilaian kembali aktiva                            Rp.   75.000.000,00
Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan                       25.000.000,00
Selisih lebih setelah kompensasi                                    Rp.   50.000.000,00
PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10% = Rp.   5.000.000,00 (bersifat final)
Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajaksebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a.     Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi  pajak.
Contoh penghasilan :  sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya            : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b.      Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi  pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya            : biaya penyusutan, biaya sewa
Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :
a.    Koreksi fiskal positif
Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Contoh : Biaya PPh
b.    Koreksi fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Contoh : Penghasilan bunga deposito.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar