Pasal 9
Ayat 1 : Untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
|
||||||||||||||||||||||
Ayat 2 : Pengeluaran untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1(satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkandibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud
dalamPasal 11 atau Pasal 11 A. (UU No 10 Tahun 1994)
|
Pasal 6
Ayat 1 : Besarnya
Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
|
||||||||||
a.
|
biaya untuk
mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaandengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang, bunga, sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biayaadministrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; (UU No 17
Tahun 2000)
|
|||||||||
b.
|
penyusutan atas
pengeluaran untukmemperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk memperolehhak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahunsebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; (UU 10
Tahun 1994)
|
|||||||||
c.
|
iuran kepada dana
pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; (UU 10 Tahun
1994)
|
|||||||||
d.
|
kerugian karena
penjualan ataupengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
atau yangdimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; (UU
10 Tahun1994)
|
|||||||||
e.
|
kerugian dari selisih
kurs matauang asing; (UU No 17 Tahun 2000)
|
|||||||||
f.
|
biaya penelitian dan
pengembanganperusahaan yang dilakukan di Indonesia;(UU 10 Tahun 1994)
|
|||||||||
g.
|
biaya bea siswa,
magang, danpelatihan; (UU 10 Tahun 1994)
|
|||||||||
h.
|
piutang yang
nyata-nyata tidak dapatditagih, dengan syarat : (UU No 17 Tahun 2000)
|
|||||||||
Ayat 2 : Apabila
penghasilan bruto setelahpengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didapat kerugian, makakerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajakberikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. (UU
No 17 Tahun 2000)
|
||||||||||
Ayat 3 : Kepada orang
pribadi sebagaiWajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak KenaPajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. (UU No 10
Tahun 1994)
|
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Beban-beban yang dapat dikurangkandari penghasilan bruto dapat dibagi dalam
2 (dua) golongan, yaitu beban ataubiaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih
dari 1 (satu) tahun dan yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)tahun merupakan
biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan
bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu
tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka
kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf a
Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari
yang bolehdibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankansebagai
biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubunganlangsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memeliharapenghasilan yang
merupakan Objek Pajak.
Dengan demikianpengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilanyang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yangpendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan memperolehpenghasilan bruto yang terdiri dari:
a.
|
penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak
sesuai dengan Pasal 4
ayat (3) huruf hsebesar
|
Rp100.000.000,00
|
b.
|
penghasilan bruto
lainnya sebesar
|
Rp300.000.000,00
|
|
Jumlah penghasilan
bruto
|
Rp400.000.000,00
|
Apabila seluruh biayaadalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka biaya yang
bolehdikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
adalahsebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakanuntuk membeli saham
tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yangditerimanya tidak
merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(3) huruf f. Bunga
pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapatdikapitalisasi sebagai
penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaranyang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan,
menagih, danmemelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk
keperluanpribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang
dipergunakan untukkeperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi
untuk kepentinganpribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaranpremi
asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh
dibebankansebagai biaya perusahaan, namun bagi pegawai yang bersangkutan premi
tersebutmerupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaransehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto harusdilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang
dilakukandalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati
rumah dengancuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak
yang menerimaatau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun demikian,
pengeluarandalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur
dalam Pasal 9ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak
yang menerimaatau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaranyang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus
dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang
yang baik. Dengan demikian apabila pengeluaran yang melampaui batas
kewajarantersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yang
melampaui bataskewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Selanjutnya lihat ketentuandalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18
beserta penjelasannya.
Pajak-pajak yangmenjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak
Penghasilan,misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak
Hotel danRestoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Mengenaipengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang
benar-benardikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakekatnya
merupakansumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untukpromosi boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf b
Pengeluaran-pengeluaranuntuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun,pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Selanjutnyalihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A
besertapenjelasannya.
Pengeluaran yangmenurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya
sewa untuk beberapatahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan
melalui alokasi.
Huruf c
Iurankepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkanoleh Menteri
Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yangdibayarkan kepada
dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan olehMenteri Keuangan
tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Huruf d
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yangmenurut tujuan semula
tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yangdimiliki dan dipergunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untukmendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan dapat dikurangkan daripenghasilan bruto.
Kerugian karenapenjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak
digunakan dalamperusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilanbruto.
Huruf e
Kerugian karena selisih kurs matauang asing dapat disebabkan oleh adanya
fluktuasi kurs yang terjadisehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan
Pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisihkurs mata uang asing yang
disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannyadilakukan berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secarataat asas. Apabila Wajib Pajak
menggunakan sistempembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan
kerugian selisihkurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan
mata uang asingtersebut.
Apabila Wajib Pajak menggunakansistem pembukuan berdasarkan kurs tengah
Bank Indonesiaatau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya
dilakukanpada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau
kurs yang sebenarnyaberlaku pada akhir tahun.
Rugiselisih kurs karena kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter dapat
dibukukandalam perkiraan sementara di neraca dan pembebanannya dilakukan
bertahapberdasarkan realisasi mata uang asing tersebut.
Huruf f
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yangdilakukan di
Indonesiadalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru
bagipengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf g
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magangdan pelatihan dalam
rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapatdibebankan sebagai biaya
perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran dankepentingan perusahaan.
Huruf h
Piutang yang nyata-nyata tidakdapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya
sepanjang Wajib Pajak telahmengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi
komersial dan telah melakukanupaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yangdimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala
nasional,namun dapat juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
Tata cara pelaksanaanpersyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini
diatur lebih lanjut oleh DirekturJenderal Pajak.
Ayat (2)
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankanberdasarkan ketentuan dalam
ayat (1) setelah dikurangkan dari penghasilan brutodidapat kerugian, maka
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilanneto atau laba fiskal
selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulaisejak tahun berikutnya sesudah
tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh:
PT A dalam tahun 1995 menderitakerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00.
Dalam 5 (lima) tahun berikutnyalaba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
1996 : labafiskal
|
Rp 200.000.000,00
|
1997 : rugi fiskal
|
(Rp 300.000.000,00)
|
1998 : labafiskal
|
Rp NI H I L
|
1999 : labafiskal
|
Rp 100.000.000,00
|
2000 : labafiskal
|
Rp 800.000.000,00
|
Kompensasi kerugian dilakukansebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 1995
|
(Rp1.200.000.000,00)
|
Laba fiskal tahun1996
|
Rp 200.000.000,00 (+)
|
Sisa rugi fiskal tahun1995
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
Rugi fiskal tahun 1997
|
(Rp 300.000.000,00)
|
Sisa rugi fiskal tahun
1995
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
Laba fiskal tahun 1998
|
Rp N I H I L (+)
|
Sisa rugi fiskal tahun
1995
|
(Rp1.000.000.000,00)
|
Laba fiskal tahun 1999
|
Rp 100.000.000,00 (+)
|
Sisa rugi fiskal tahun
1995
|
(Rp 900.000.000,00)
|
Laba fiskal tahun 2000
|
Rp 800.000.000,00 (+)
|
Sisa rugi fiskal tahun
1995
|
(Rp 100.000.000,00)
|
Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00yang masih tersisa pada
akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagidengan laba fiskal tahun 2001,
sedangkan rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dantahun 2002, karena jangka
waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998berakhir pada akhir tahun 2002.
Ayat (3)
Dalam menghitung Laba Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,
kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Cara perhitungan kredit pajak luar negeri :
1. Contoh 1 :
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001
adalah sbb :
-
|
Penghasilan neto dari
dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00.
|
-
|
Di Singapura
memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh yang
dibayar di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00
|
-
|
Di Vietnam memperoleh
penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana PPh yang dibyar
sebesar
Rp 1.500.000.000,00 |
-
|
Di Malaysia menderita
kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00.
|
Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :
Penghasilan neto dalam
negeri
|
Rp
|
8.000.000.000,00
|
|
Penghasilan neto dari
Singapura
|
Rp
|
2.000.000.000,00
|
|
Penghasilan neto dari
Vietnam
|
Rp
|
6.000.000.000,00
|
|
|
|
________________
|
|
Jumlah Penghasilan
Neto
|
Rp
|
16.000.000.000,00
|
|
|
|
________________
|
|
Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).
Perhitunga PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00
|
Rp
|
5.000.000,00
|
|
15% x Rp 50.000.000,00
|
Rp
|
7.500.000,00
|
|
30% x Rp
15.900.000.000,00
|
Rp
|
4.770.000.000,00
|
|
|
|
_______________
|
|
|
Rp
|
4.782.500.000,00
|
|
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
-
|
Singapura = (2 Milyar
/ 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 = Rp 597.812.500,00
|
PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp 597.812.500,00 meskipun secara nyata
membayar PPh di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh
dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya.
-
|
Vietnam = (6 Milyar /
16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =Rp 1.793.437.500,00.
|
PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang
nyata-nyata dibayar/terutang di Vietnam).
2. Contoh 2 :
PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001
sbb :
-
|
Penghasilan neto
(rugi) di dalam negeri
|
Rp
|
(600.000.000,00)
|
|
-
|
Penghasilan neto dari
usaha di Philipina
|
Rp
|
3.000.000.000,00
|
|
|
_______________
|
|
||
-
|
Jumlah
|
Rp
|
2.400.000.000,00
|
|
-
|
PPh yang terutang di
Philipina sebesar
|
Rp .
|
1.200.000.000,00
|
|
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)Rp 2.400.000.000,00
PPh Terutang :
PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00
|
= Rp
|
5.000.000,00
|
|
15% x Rp 50.000.000,00
|
= Rp
|
7.500.000,00
|
|
30% x Rp
2.300.000.000,00
|
= Rp
|
690.000.000,00
|
|
|
|
____________
|
|
|
Rp
|
702.500.000,00
|
|
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :
Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan
Neto dari Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum
Kredit Pajak Luar Negeri adalah sama dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp
702.500.000,00. PPh yang telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp
1.200.000.000,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak
dapat dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai
biaya.
Revaluasi aktiva tetap berdasarkan UU pajak
Berdasarkan
Kepmenkeu No.384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dan Surat Edaran
Dirjen. Pajak No. 29/PJ.42/1998, diatur mengenai:
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva
tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib
Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah
terutang sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian
kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian
kembali adalah semua aktiva berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan
bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang
dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali harus
dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian kembali aktiva tetap
dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal
nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata
tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka dalam rangka perhitungan
pajak. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai
wajar aktiva yang bersangkutan.
Perlakuan
Pajak Atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva
Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai
wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai kembali, terlebih
dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika masih
terdapat sisa lebih, dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal
tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan
PPh yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh:
Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan
penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai
kembali per 31 Desember 2002 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva
tersebut adalah Rp 175.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang
masih dapat dikompensasikan adalah Rp 25.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih
lebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar
aktiva
Rp. 175.000.000,00
Nilai buku fiskal
aktiva
100.000.000,00
Selisih lebih penilaian kembali
aktiva
Rp. 75.000.000,00
Kerugian fiskal yang dapat
dikompensasikan 25.000.000,00
Selisih lebih setelah
kompensasi
Rp. 50.000.000,00
PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10% =
Rp. 5.000.000,00 (bersifat final)
Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian
yang harus dilakukan oleh wajib pajaksebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan
dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk
akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi
pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya
: biaya
sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi
komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak,
biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh
biaya : biaya
penyusutan, biaya sewa
Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :
a. Koreksi fiskal positif
Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan
PPh terutang.
Contoh : Biaya PPh
b. Koreksi fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang.
Contoh : Penghasilan bunga deposito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar