Kamis, 05 Mei 2016

Mengoptimalkan Penerimaan Pajak dalam Untuk Meningkatkan APBN

I.                    PENDAHULUAN
Pajak sesuai definisi dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No 28 tahun 2007 ( UU KUP ) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak saat ini bisa dikatakan sebagai primadona penerimaan bagi negara. Pada beberapa tahun yang lampau sektor perpajakan dianggap sebagai unsur penerimaan “sekunder” sebab waktu itu pemerintah lebih mengandalkan penerimaan dari sektor minyak dan gas (migas). Seiring berjalannya waktu, pajak akhirnya menjadi unsur yang dominan dalam penerimaan negara setelah sektor migas tidak lagi bisa diandalkan. Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta, Indonesia tentu membutuhkan banyak sekali dana sebagai sumber pembiayaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, dana bisa berupa investasi, hibah, ataupun pinjaman. Sedangkan dari dalam negeri, salah satunya dari unsur pajak sebagai sumber penerimaan terbesar.
Sebagai sumber penerimaan yang menjadi sumber utama, otomatis dana dari pajak sangat berperan dalam neraca keuangan pemerintah. Sampai saat ini hampir 70 % penerimaan negara kita ditopang dari pajak. Manfaat pajak bisa kita lihat dan rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari hampir di semua sektor. Fasilitas kesehatan, transportasi, pendidikan, sarana dan prasarana umum dll, tak lain dan tak bukan adalah sumbangsih dari pajak. Termasuk untuk mencicil utang luar negeri kita yang masih banyak.
Berbicara kaitan atau hubungan antara pajak dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan hubungan yang saling berkaitan. Pajak, sebagai sumber penerimaan negara, adalah penyumbang terbesar APBN. Melalui APBN negara membuat rencana pendapatan dan belanja negara dalam kurun waktu satu tahun. Semua program kerja dan besarnya biaya dicatat disini, yang mencangkup seluruh daerah di wilayah Indonesia.
Pemerintah juga tanggap terhadap kemajuan teknologi dengan membuat sistem pelayanan perpajakan yang berbasis teknologi. Antara lain dengan e-registration, e-payment,e-filling,dll. Dengan satu harapan bahwa penerimaan pajak akan terus meningkat sehingga program kerja yang dirancang dapat berjalan dengan optimal. Dengan membayar pajak secara benar, kita ikut bersama-sama dengan pemerintah membangun bangsa.
Dengan kita tahu bahwa peran pajak sangat penting bagi kelangsungan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia, sudah seharusnya kita sadar diri bahwa kita harus bisa aktif berpartisipasi memenuhi hak dan kewajiban kita dalam hal pajak.

II.                  PEMBAHASAN MASALAH DAN SOLUSI
Sebagaimana diberitakan di situs pajak.go.id bahwa pendapatan negara berdasarkan APBN tahun 2013 terdiri dari Pajak Dalam Negeri Rp 1.099,94 T ( 73,23%), Sumber Daya Alam (SDA) Rp 203,73 T (13,56%), Pajak Perdagangan Internasional Rp 48,42 T ( 3,22%), Penerimaan Bukan Pajak (selain SDA) Rp 149,92 T(9,98%) dimana Pendapat Negara terbesar berasal dari Pajak Dalam Negeri Memang penerimaan pajak berkaitan langsung dengan kondisi perekonomian suatu Negara, apalagi Indonesia juga menganggarkan pembayaran bunga utang pada tahun 2013 sebesar Rp 112,5 T. Pada Tahun 2014 ini, target penerimaan pajak dalam APBN 2014 dipatok diatas seribu triliun atau mencapai Rp1.110,2 triliun. Angka ini naik sebesar Rp115 triliun atau tumbuh sekitar 11,6% dibandingkan dengan target pajak dalam APBN-P 2013 sebesar Rp995,2 triliun. Bagaimanakah cara untuk memaksimalkan pendapatan pajak agar penerimaan pajak lebih optimal ?
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar penerimaan pajak optimal:
1.       Penyempurnaan Sistem Administrasi Perpajakan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak (WP) Saat ini, Ditjen Pajak telah menyempurnakan cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan menggunakan internet atau dikenal dengan e-filing.  Selain itu, juga akan diimpelmentasikan penggunaan electonic faktur (e-faktur) dalam administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Bulan Juli 2014.
2.       Ekstensifikasi WP Orang Pribadi Berpendapatan Tinggi dan Menengah Kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan akan lebih fokus kepada orang pribadi yang memiliki potensi untuk membayar pajak, sehingga kontribusi dominan penerimaan pajak akan bergeser secara bertahap dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak Orang Pribadi.  Seperti layaknya negara maju, maka penerimaan dari Wajib Pajak Orang Pribadi lebih besar daripada Wajib Pajak Badan sehingga tidak terlalu riskan terhadap perubahan ekonomi global.
3.       Perluasan Basis Pajak, Termasuk Kepada Sektor-Sektor Yang Selama Ini Tidak Terlalu Banyak Digali Potensinya Sektor-sektor yang akan digali potensinya karena belum tersentuh secara maksimal diantaranya sektor perdagangan (Usaha Kecil dan Menengah) yang memiliki tempat usaha di pusat-pusat perbelanjaan dan sektor properti.  
4.       Optimalisasi Pemanfaatan Data dan Informasi Berkaitan dengan Perpajakan dari Institusi Lain Optimalisasi Implementasi Pasal 35A UU KUP karena persoalan utama yang dihadapi Ditjen Pajak untuk mengali potensi pajak adalah kurangnya data eksternal yang valid. 
5.       Penguatan Penegakan Hukum bagi Penghindar Pajak Untuk memberikan rasa keadilan, maka bagi Wajib Pajak yang tidak menjalani kewajiban perpajakannya dengan benar akan dilakukan penegakan hukum mulai dari pemeriksaan, penyidikan dan penagihan
6.       Penyempurnaan Peraturan Perpajakan Untuk Lebih Memberikan Kepastian Hukum dan Perlakuan Yang Adil dan Wajar Ditjen Pajak telah membentuk Tim Harmonisasi Peraturan Perpajakan untuk mengkaji dan mengharmonisasi semua peraturan perpajakan sehingga lebih memiliki kepastian hukum dan berkeadilan. 



III.               KESIMPULAN

Agar pendapatan pajak optimal maka partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dalam proses pembayaran pajak negara baik di tingkat pusat maupun daerah provinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung. Hal ini menuntut kesadaran dan semangat masyarakat seutuhnya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia yang turut bertanggung jawab dalam proses pembangunan dan penghasilan Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar